Saya sepakat, bahwa agama tidak pernah mendukung terorisme. Terutama karena esensi agama adalah damai dan kemanusiaan. Jadi, kalau semua agama mengutuk tindakan teror, itu wajar. Bahkan harus!
Tapi, kalau langsung mengklaim pelaku terorisme tidak beragama, sabar dulu. Ini Indonesia di mana setiap orang wajib punya agama di KTP. Maka, cek saja KTP-nya. Atau, cek kalau dimakamkan, dia dimakamkan dengan upacara keagamaan apa. Kalau ditanam saja seperti batang pisang, baru kita bisa berkesimpulan,”Oh, dia memang tidak beragama.”
Lagipula, keberanian untuk membunuh dan sekaligus ikut terbunuh demi pahala, itu persoalan keyakinan eskatologis yang tentu saja berasal dari agama, minimal dari tafsir parsial atas agama.
Jadi, persoalannya di sini: kenapa agama mengajarkan kemanusiaan dan kedamaian, tapi penganutnya bisa melakukan teror dengan motivasi keagamaan?
Menurut saya, ini soal paling pelik dari sisi doktrin agama (semua tanpa kecuali) yang memang pada dasarnya eksklusif. Adakah agama yang secara dasariah mengakui bahwa orang di luar agama tersebut bisa selamat?
Saya kira susah.
Kalau secara mendasar semua bisa selamat, untuk apa agama dipertahankan?
Titik eksklusif ini yang bisa berkembang dari tingkat yang paling lunak sampai yang paling keras. Tergantung bagaimana diajarkan dan didoktrinkan.
Perjumpaan dengan golongan lain dan keharusan untuk berinteraksi demi kesejahteraan bersama lah, yang membuat ajaran dan doktrin diinterpretasi kembali, dan agama menemukan wajah inklusifnya.
Tuhan dihadirkan sebagai Tuhan yang mengasihi dan merangkul, bukan pembenci atau penghukum semata!
Orang akhirnya sadar, persaudaraan sejati dan kemanusiaan adalah esensi agama di muka bumi, dan menemukan wajah Tuhan secara pribadi adalah esensi agama di sisi eskatologis. Keselamatan itu hak prerogatif Tuhan, dan kita tidak bisa mendikteNya.
Semua agama pasti mengalami ketegangan antara doktrin eksklusif internal dan wajah inklusif eksternal. Di dalamnya, ada proses reinterpretasi terus-menerus terhadap praksis doktrin tanpa kehilangan esensi nilainya.
Dalam perjalanan inilah, terorisme sebagai wajah terburuk eksklusivitas doktrin internal, muncul dan menjadi masalah bersama yang harus diperangi. Terutama oleh umat beragama dan pemegang otoritas keagamaan. Juga pemerintah dari sisi hukumnya.
Jadi, ini masalah kita semua. Tidak bisa disangkal dengan mengatakan agama tidak terlibat! Agama justru harus terlibat, terutama dalam hal memberikan penyadaran tentang kemanusiaan dan persaudaraan sejati: esensi dari ajaran agama itu sendiri.
Selama penyangkalan terus dilakukan, selama itu pula agama disingkirkan dari peran strategisnya mengeliminasi terorisme. Pengakuan, adalah hal pertama dari jalan pertobatan. Tidak ada jalan lain.
Tuhan tidak mungkin menuntut umatnya untuk membenci ciptaanNya sendiri. Dan entah Tuhan muncul dalam pemahaman agama apapun, Dia tidak akan melawan hakekatNya sendiri sebagai yang Mahakasih!
Salam kemanusiaan, salam damai!