Bukan Balas Dendam

Semula saya berpikir, Bulan Ramadhan itu bulan hemat. Karena pada bulan itu, kita tak perlu mengeluarkan biaya makan siang. Sehingga pengeluaran menjadi berkurang. Dan kondisi keuangan di akhir bulan mestinya surplus.

Kenyataannya justru berbeda. Pada bulan puasa, kita malah menjadi orang boros. Kalau dihitung-hitung pengeluaran kita di bulan puasa justru lebih besar daripada bulan biasa.

jadi berhubung ini tidak logis, maka saya pun merenungkannya, berusaha menemukan sesuatu yang luput dari perhatian untuk membuatnya masuk akal.

Memang saat bulan puasa kita tidak perlu mengeluarkan biaya makan siang. Tapi tanpa di sadari, ternyata kita menambah pengeluaran untuk makan malamnya.

Ya, saat berbuka puasa saya cenderung memilih menu yang lebih mahal, dalam porsi yang lebih banyak.

Mungkin ini seperti yang terjadi ketika saya kurang tidur karena banyak pekerjaan. Satelah pekerjaan itu selesai, biasanya saya akan menghabiskan waktu untuk tidur dan bersantai-santai. Semacam balas dendam yang saya lakukan setelah sebelumnya merasa lelah dan kurang tidur karena di gempur pekerjaan.

Alam bawah sadar saya mungkin berseru, “penderitaan karena kurang tidur itu harus diganti atau dibalas dengan kenikmatan tidur panjang.”

Hal ini saya sebut sebagai pembalasan dendam. Tentu itu bukan istilah ilmiah, melainkan sekedar istilah ngawur saya saja.

Pembalasan dendam ini tidak terjadi pada masalah tidur semata, tetapi juga pada hal-hal manusiawi lainnya, termasuk makan.

Pada bulan puasa, saya berpikir bahwa “penderitaan” ketika menahan lapar pada siang hari perlu di ganti dengan “kenikmatan“ melahap menu makanan dalam “porsi jumbo” yang tidak biasa.

Konon, pembalasan itu lebih kejam. Misalnya, jika pada malam harinya saya hanya tidur selama tiga jam, maka saya cenderung membalasnya dengan tidur siang selama lebih dari waktu itu.

Padahal mungkin sebenarnya saya tidak perlu melakukan aksi “balas dendam” tersebut, dan semua akan tetap berjalan baik-baik saja.

Misalnya kalau saya kurang tidur selama tiga jam, tubuh saya tetap baik-baik saja meskipun saya tidak menggantinya dengan tidur siang.

Secara otomatis tubuh saya yang letih karena kurang tidur itu bisa pulih sendiri ketika pada malam berikutnya bisa tidur nyenyak dalam kualitas tidur yang baik.

Contoh lain, saat bulan puasa terbukti tubuh saya sehat-sehat saja meski saya hanya makan malam dengan menu yang biasa-biasa saja. Malah harus saya akui, makan malam yang biasa itu justru terasa lebih nikmat.

Bukankah kita tahu saat kita sedang lapar, makanan yang tidak menarik sekalipun akan terasa sangat enak. Iya toh?

Dan kenyataannya, makan malam dengan menu yang mewah dalam jumlah banyak justru tidak senikmat apa yang sudah dibanyangkan.

Mungkin karena jumlahnya terlalu banyak. Padahal perut kita memiliki batas daya tampung. Atau bisa jadi perut kitalah yang tidak siap untuk menerimanya, sebab sebelumnya dalam kondisi kosong.

Jadi jangan heran saat kita menemukan kondisi keuangan kita defisit pada akhir bulan ramadhan, mungkin ini disebabkan oleh kegiatan balas dendam itu.

Bulan Ramadhan merupakan waktu yang tepat untuk berlatih mengendalikan diri. Tidak hanya selama seharian ketika berpuasa saja, melainkan juga selepas berbuka puasa.

Dengan begitu, ketika Bulan Ramadhan telah berakhir, seharusnya pada bulan-bulan berikutnya kita bisa lebih mengendalikan diri, tidak lantas balas dendam hingga lepas kendali.

Jadi, ramadhan bukan bulan balas dendam. Melainkan bulan berlatih mengendalikan diri agar tetap berada pada koridor yang telah ditentukan oleh Allah SWT.