Cerita Kematian

Gambar : google. com

Kita suka cerita. Karena apapun yang berbau kisah atau cerita entah itu fiksi, lebih-lebih nyata, amat dekat dengan diri kita. Sebab sesungguhnya kita sendiri adalah bagian dari kisah yang digelar Tuhan di muka bumi. Itulah sebabnya sejak kanak-kanak, kita telah akrab dengan cerita.

Dalam cerita ada pelajaran. Apa pun itu, yang boleh jadi tidak relevan dengan hidup kita, namun entah bagaimana menjadi amat relevan di waktu yang lain.

Ada banyak ragam cerita yang bertaburan. Dan salah satunya akan saya ceritakan pada anda.

Alkisah, ada seorang ibu sudah lama sekali mendambakan kehadiran seorang anak. Hingga suatu kali ia dikaruniai seorang bayi laki-laki yang sangat sehat.

Ketika besar, bayi itu menjadi anak yang sangat cerdas dan kuat. Anak yang menjadi belahan hati dan gantungan jiwa kedua orang tuanya.

Suatu ketika anak tersebut tiba-tiba meninggal dunia tanpa sebab. Betapa sedih dan hancurlah hati sang Ibu. Ia pun menuntut keadilan pada Tuhan.

Siang malam Ia berdoa, memohon kepada Tuhan agar anaknya dihidupkan kembali. Namun sampai berhari-hari lamanya doa tidak juga terkabul. Sang ibu pun menghentikan doanya.

Ia kemudian pergi mencari tabib dan guru agama untuk menghidupkan kembali anaknya. Namun sayang, tidak ada satu pun tabib dan pemuka agama yang mampu memenuhi permintaannya.

Tanpa kenal lelah, Ia terus berkelana. Hingga akhirnya, ia menemukannya. Ada seorang guru agama yang menyanggupinya. Tapi ada syarat yang harus dipenuhi.

Kepada si ibu, sang guru agama tadi menunjukkan sesuatu dan berkata, “Ibu, ramuanku ini akan sanggup menghidupkan kembali anakmu, tapi sayang belum sempurna karena masih kurang satu unsur, yaitu garam..”

“Kalau hanya garam saya sanggup memenuhinya..” Jawab sang ibu.

“Baiklah kalau begitu, carilah garam yang berasal dari sebuah keluarga yang masih utuh, belum ada anggota keluarganya yang meninggal dunia..” Jelas guru agama.

Dengan perasaan penuh suka cita sang Ibu berjalan dari rumah ke rumah untuk minta garam dari keluarga yang salah satu keluarganya belum ada yang meninggal.

Rumah pertama yang didatangi dengan senang hati memberi garam, tapi kakeknya baru saja meninggal jadi tidak memenuhi syarat. keluarga kedua, ibunya yang meninggal. keluarga ketiga, anaknya juga baru meninggal. Begitu seterusnya.

Namun ia tetap tidak menyerah. Terus saja mencari. Sampai hari ketiga belum ditemukan satu keluarga pun yang utuh, yang anggota keluarganya belum ada yang meninggal.

Akhirnya, sang Ibu menyerah. Ia kembali ke sang guru dan berkata, “Saya sudah ikhlas atas kematian anak saya …”

Demikianlah…

“Kematian adalah tujuan dari kehidupan. Walaupun berat kita menerimanya, kematian adalah suatu kepastian yang akan dituju oleh semua yang hidup.”