“Aku haus, seperti apa rasa coca cola?”
“Entahlah, mungkin seperti kencing sapi”
Sudah 2 hari perut mereka hanya diganjal beberapa buah roti yang melempem. Lalu didorong masuk dengan sisa air dalam botol yang mereka pungut disembarang tempat. Kali ini botol bekas pun benar-benar kosong. Cuacanya terlalu terik untuk menelusuri parkiran supermarket demi sisa-sisa air.
Sudah sekitar 4 jam mereka duduk dibawah atap gazebo pinggir jalan yang berlubang, mereka adalah Tati dan Jupri. Setidaknya begitu masyarakat setempat menyebut mereka, pasangan menyedihkan yang mengklaim diri mereka suami istri.
Tidak ada yang pernah tahu kapan dan dimana mereka menikah. Yang terburuk adalah mereka kehilangan akal sehatnya, pemerintah setempat tidak cukup peduli tentang sepasang orang malang yang menyambung hidup lewat belas kasihan dan sisa makanan.
“Aku sangat lapar..” kata Tati.
“Kenapa kau selalu sangat lapar??” Jawab Jupri.
“Entahlah.. mungkin aku hamil..”
“Benarkah?? Kenapa kau bisa hamil??” Kening Jupri mengkerut diantara wajah seriusnya.
“Kata mereka, kalo sudah jadi suami istri, istri akan hamil..”
“Bodoh. Mana mungkin kau bisa hamil hanya Karna kita suami istri. Menjadi suami istri tidaklah cukup. Seseorang akan hamil jika dia memakai baju bagus, mandi setiap hari, dan yang terpenting tidak pernah kelaparan. Sedangkan kau? Kau bahkan pasti lupa seperti apa rasa daging sapi, sama halnya kau lupa rasa coca cola..” Jupri mengomel.
Tati bersedih mendengar ceramah suaminya. Anehnya dia merasa tersadar. Dia selalu berfikir bahwa dia tidak pernah sepintar dan sebijaksana suaminya. ” Ahhh.. aku ingin baju bagus dan mandi setiap hari.. juga tidak kelaparan..” katanya dengan sangat lemas.
Matahari sudah sedikit melipir kearah barat. Dua sejoli malang itu menyusuri jalan kearah selatan sambil sesekali menengok tempat sampah. Seseorang kemudian berbaik hati memberi mereka sebotol air dan 2 buah roti. Tanpa berkata apa-apa Jupri meraihnya lalu pergi, menggandeng istrinya yang kelaparan ke taman yang agak sepi.
“Makan ini. Ini namanya roti..” kata Jupri.
“Ooww warnanya seperti sapi berarti rasa daging sapi pun seperti ini” kata Tati sambil tersenyum memandang roti berwarna coklat keemasan itu dengan mata mengantuk.
“Benar. Rasa daging sapi seperti ini, dan rasa semua daging sama saja. Jadi makanlah kau akan merasakan seperti makan segala macam daging.”
Tati melahap, maksudku mereka berdua melahap roti itu nikmat sekali. Orang-orang seperti mereka tidak mengerti konsep bersyukur. Tapi bila kau melihat senyum mereka ditiap gigitan. Kau akan tahu mereka sangat bahagia dengan roti kecil dan selai nanas yang sangat sedikit itu. Itulah “syukur”.
Sesekali Tati mencium pipi Jupri yang seperti berlumpur Karna debu, daki, dan keringat sambil memainkan rambut keritingnya yang kaku. Nampak sangat saling mencintai.
Jam 2 malam Tati berbisik lagi..
“Aku lapar.. aku ingin daging sapi lagi..”
“Lagi?? Tidak bisakah kau menunggu sampai besok??” Kata Jupri kesal.
“Entahlah.. sepertinya aku benar-benar hamil. Aku ingin daging sapi lagi.”
“AAAKKHHH… Hamil?? Persetan dengan kau hamil. Aku ingin tidur. Kalau kau selapar itu pergi saja cari sendiri..” kata Jupri sambil merapatkan kembali kepalanya ke kardus coklat.
Tati dengan hati yang sedih dan perut kelaparan berdiri lalu menyusuri lorong dengan pagar bunga di kiri kanannya. Tidak ada orang atau pun makanan. Sampai ia tidak lagi punya keberanian maju. Di depannya sudah ada gedung besar masih dalam proses pembangunan. Dengan peralatan seperti sekop dan cangkul tersusun rapi di dinding.
Kumandang azan subuh terdengar. Diantara ngilu dinginnya subuh seorang pria dengan peci, sarung dan jaket tebal berjalan sambil bersiul. Ia melewati Tati yang seperti kerepotan sendiri. Seperti menarik lalu memukul-mukul sesuatu.
“Sedang apa bu, subuh-subuh begini??” Tanya pria itu.
Tati berbalik, dengan cahaya remang-remang lampu jalan. Pria itu melihat cairan merah kehitaman dimana-mana. Ia melihat rambut keriting terpojok dibawah tiang lampu sedang bahunya dipojok lain. Juga sekop di tangan Tati.
“Apa yang kau lakukan!?” Matanya melotot. Suaranya bergetar.
“Aku lapar. Aku ingin daging sapi. Dan dia bilang semua rasa daging sama..” jawab Tati..