Terasa rendah aku berada pada lingkungan yang luar biasa hebatnya. Persaingan nyata beradu gagasan nampak jelas didepan mataku. Sudah kupacu tenaga ku, pikiran ku, keras ku berlari namun rasanya stak ditempat saja. Entah bagaimna penilaian orang padaku, hebatkah aku atau hanya orang biasa dengan otak yang standar.
Terkadang aku ingin terlihat hebat dihadapan semua orang tapi nyatanya seperti tong yang berbunyi nyaring. Hatiku terlalu tinggi untuk menyanjung diri ku sendiri. Kini aku hanya bisa berdiri paling depan agar terlihat bisa, tapi lagi dan lagi mereka yang berdiri paling belakang lebih lantang dalam bersuara aku hanya bisa menyimak dan sesekali mengeluarkan sepatah dua kata untuk memberikan tanggapan dan masukan dengan bahasa yang terbata-bata meski tak sesuai dengan alur pembahasan aku memberanikan diri.
Selalu terbesit malu dalam hati, tak seorang pun tau aku menanggungnya. Terfikirkan setiap hari bagaimana cara untuk melampaui mereka. Tapi, bagaimana untuk melampaui berada diseblah mereka saja masih tertinggal jauh, sangat jauh malahan. Apalagi dengan sikap ku yang ingin selalu tampil terdepan dan setelah aku menjadi paling belakang rasanya sangat sakit, bukan karena dendam tapi karena malu. Selalu kuusahakan berjalan dengan tegap percaya diri, meski hati tertunduk sayu malu yang hanya bisa melihat mereka berdiri tegak dengan ribuan gagasan yang sangat hebat.
Saat ini kedua orang tua ku menjadi pemeran penting yang selalu kujadikan sang motivator, menopang diri agar optimis, agar selalu berdiri dengan telapak tak seimbang bahkan merangkak. Bukannya tak ingin berdiri tegak tapi masih belajar melatih diri agar bisa untuk berlari.