Guru Konsumtif

Bikin tulisan tentang guru di Hari Guru pada musim pandemic pasti temanya tidak jauh dari persoalan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) atau Pembelajaran dari rumah.

Istilah kerennya pendidikan daring dan luring.

Barangkali ada yang sedikit berbeda tapi semangatnya tetap sama. Paling seputaran itu atau gak jauh dari itu.

Dan tulisan serupa itu bisa kita temukan banyak bertebaran di media. Media Cetak maupun Media Online.

Mungkin lagi musimnya jadi wajar hal itu terjadi.

Tapi kali ini saya takkan menulis serupa itu. Saya cuma mau bernostalgia mengenang beberapa kejadian yang sempat saya alami selama berinteraksi dengan teman guru dan orang-orang di sekitar mereka.

Kebetulan karena sekarang Hari Guru jadi inilah waktu yang tepat untuk membagikannya kepada anda.

Pernah suatu ketika saya ngobrol dengan seorang teman yang berprofesi sebagai penjual sepatu. Dia biasa menjajakan barang dagangannya keluar masuk kantor pas tanggal baru.

“Paling enak itu masuk sekolah, Mas. Apalagi bila gurunya kebanyakan perempuan.” Katanya sambil nyegir.

“Memangnya kenapa?”

“Mereka gampang sekali membeli. Apalagi kalau kredit.”

Barangkali yang dikatakan teman saya itu benar. Sedikit mirip  saya juga pernah menemukan hal yang serupa.  

“Masalahnya, tidak bolehkan seorang guru konsumtif. Kan ada uang? Apa bedanya dengan pegawai lain yang bekerja di kantoran?” sangkal teman saya yang lain. Kalau ini seorang guru. Dia kelihatan jengkel ketika kisah itu kuceritakan padanya.

Saya pikir apa yang dikemukakan teman guru tadi sah-sah saja. Menjadi konsumtif tentu adalah hak semua orang.

Masalahnya mungkin berkaitan dengan kepentingan yang melatarinya. Toh sebagai guru tidak dituntut setiap hari gonta-ganti sepatu. Baju juga lebih banyak memakai seragam dari sekolah.

Apalagi status yang disandang sebagai guru tidak ringan. Guru itu digugu dan ditiru. Mau tidak mau hal itu harus diperhatikan.

Ketika tampil modis misalnya, seorang guru akan mendorong siswa untuk tampil sama dengan dirinya. Tapi karena ada peraturan sekolah yang melarang siswa maka bisa jadi siswa akan merasa dibedakan.

Ini bisa menyebabkan siswa berpikir macam-macam tentang kebijakan sekolah, utamanya tingkah pola gurunya.

Tapi hal itu bukan berarti guru tidak boleh konsumtif.

Lo maksudnya?

Guru harus mengembangkan dirinya. Guru harus selalu bersikap progresif. Guru juga tak perlu menunggu pihak lain untuk mengembangkan profesionalitasnya. Intinya seorang guru dituntut untuk selalu mengoreksi diri. Lalu memperbaiki kekurangannya.

Untuk kasus ini sikap konsumtif guru harus di pupuk terutama yang berkaitan dengan peningkatan kompetensi, kemampuan dan wawasan seorang guru.

Konsumtif terhadap berbagai info tentang pendidikan, pelatihan, paradigma dan segala yang menunjang berkembangnya pengetahuan guru.

Apalagi bila itu menyangkut proses pengelolaan pembelajaran mutlak harus terus dikembangkan.

Yang tak kalah pentingnya seorang guru juga harus melek teknologi supaya akses informasi berupa pengetahuan selalu terbarukan.

Kalau tidak dia akan tertinggal dari rekan-rekannya. Dan yang ironi dia akan jadi bahan ledekan siswa-siswanya.

Sekedar renungan biasa di hari guru.

Selamat Hari Guru..

Mulia dan terpujilah para guru