Gus Dur dan Calon Jemaah Haji

Seorang Petani yang buta huruf dan tinggal di pedalaman Jawa ingin menunaikan ibadah haji.
Untuk itu, selama bertahun-tahun ia menabung.

Setelah sekian lama ia menabung sedikit demi sedikit akhirnya tabungannya cukup untuk membayar Ongkos Naik Haji (ONH) yang ditentukan oleh Kementerian Agama.

Saat menaiki tangga pesawat menuju tanah suci, ia berontak. “Tidak.. Saya tidak akan menggunakan pesawat.”

“Saya dengar dari teman-teman bahwa di jaman nabi, Mereka menaiki onta menunaikan Ibadah Haji. Saya akan naik onta juga.” Tolaknya.

Dari Dirjen Urusan Haji sampai Menteri Agama, yang kebetulan berada di bandara untuk mengantar kloter pertama, sempat bingung. Bagaimana cara menjelaskan ke petani itu bahwa jaman Onta sudah lewat. Sekarang sudah jaman pesawat terbang. Jamannya Concorde.

“Ya.. sudah deh pak, ambil kembali saja uangnya.” Begitu tawaran petugas dari Kementerian Agama.

Sang petani malah marah-marah, ia ngambek.

“Eh, Kalian jangan macam-macam ya.. Saya ini sudah bayar. Kalian kan seharusnya membantu orang menunaikan Ibadah Haji, bukan menghalang-halangi.” Dia kian ngotot.

Untung ada Gus Dur. Kebetulan dia juga berencana menunaikan Ibadah Haji dan ikut kloter yang sama.

Dia membisiki Menteri Agama, “Jika tidak keberatan, biarkan saya menangani kasus ini.”

“Jelas tidak keberatan. Saya sudah kehabisan akal. Silahkan, pliss.. monggo Gus.” Ujar bapak menteri.

Dan Gus Dur pun mendekati si petani tadi, “Tenang pak, sabar sebentar. Saya bisa mengusahakan seekor onta.”

Entah darimana dan bagaimana Gus Dur bisa meminjam seekor onta. Si petani dipersilahkan menungganginya. Lalu Onta dimasukkan ke dalam pesawat dan di terbangkan ke tanah suci.