Tulisan ini terinspirasi dari penuturan guru kami yang mulia, Al-Habib As-Sayyid Ahmad Fadl Al-Mahdaly Pimpinan Pengajian To Pusa Masjid Syuhada di Polewali Polman, semalam.
Seperti biasa usai memimpin pembacaan Ratib Al-Haddad beliau melanjutkannya dengan kultum.
Dalam salah satu materinya, beliau menuturkan tentang ke-Maha-Cintaan Allah. Cinta yang tanpa batas dan tanpa pandang bulu.
Siapa pun yang di ridhoi-Nya akan diberi pahala surga. Tanpa memilih dan memilah siapa dan apa latar belakang hamba-Nya itu.
Saya lantas teringat joke Gus Dur tentang kisah Ustad Jumari. Seorang ustad yang ingin masuk surga sendiri. Dan senang memvonis orang yang berbeda dengannya bakal masuk neraka, termasuk yang beragama lain.
Baginya, orang-orang yang berbeda dengannya adalah sesat, penuh bid’ah dan tak pantas masuk surga.
Kisahnya kira-kira begini:
Tersebutlah seorang pemuka agama bernama Ustad Jumari. Dalam setiap ceramahnya ustad ini selalu menekankan supaya Orang Islam waspada terhadap propaganda agama lain.
“Saat ini sedang marak terjadi pemurtadan terhadap Umat Islam.” Ucapnya, suatu ketika.
Ustad Jumari memang terkenal keras dan tak kenal kompromi dengan umat agama lain. Baginya Islam adalah agama yang paling benar dan yang lain adalah salah.
Ustad ini paling jengah dengan acara doa bersama antaragama, dialog antaragama, atau apa pun yang berbau antaragama.
Pernah suatu waktu dia marah besar karena mendapat undangan dari panitia sebuah kegiatan keagamaan yang memintanya menghadiri malam renungan yang menghadirkan agama-agama selain Islam.
Ada Kristen, Katolik, Hindu, Budha, bahkan agama yang baru di dengarnya, Baha’I, Konghucu dan Syikh.
Menurut sang ustad tadi, surga diciptakan hanya untuk Orang Islam. Karena agama yang direstui Allah hanya Islam.
Ayatnya, Inna al-dina ‘inda Allahi al-Islam.” Katanya tegas. “Sebagai Orang Islam kita harus tegas kepada orang Non-Muslim dan lembut kepada sesama Orang islam.” Tambahnya.
Dan akhirnya, keinginan Ustad Jumari pun terkabul. Di akhirat dia masuk surga.
Tapi Ustad Jumari kaget bukan kepalang. Di surga dia tak hanya bersama kaumnya.
Ternyata di surga dia juga bertemu dengan pendeta Kristen, Pastur Katolik, dan Biksu Budha. Termasuk pemuka agama yang dulu namanya baru dia dengar.
Beberapa kiai yang dulu dia kritik karena sering mengikuti dialog antaragama juga masuk surga.
“Wah.. ini pasti ada yang salah.” Pikirnya.
Namun dia tak berani protes. Untungnya para malaikat mengetahui kekecewaannya. Dia pun diberikan kamar khusus yang terpisah dari orang-orang yang dulu dibencinya.
Sampai suatu ketika, saat makan malam tiba. Para malaikat memanggil seluruh penduduk surga untuk makan bersama.
Dan pemuka agama dikumpulkan di tempat tersendiri. Para kiai, pendeta, pastor dan Biksu kumpul dalam satu meja makan.
Tetapi Ustad Jumari belum juga keluar dari kamarnya. Seorang kiai bertanya, “Malaikat, Ustad Jumari kok gak ada. Apa dia gak diajak kumpul sama kita?”
“Hush.. dia jangan diajak. Nanti dia marah.’ Jawab malaikat.
“Oh.. iya ya.. dia kan gak suka pertemuan antaragama.” Ujar kiai tersenyum.