Gus Yahya dan Replika Gus Dur

Gambar : Santrinews.com

Gus Dur memang unik. Dia tahu siapa yang bakal jadi tokoh di masa depan. Tentu orang itu memang juga punya potensi. Cuma kadang tidak diketahui dan tersembunyi. Seperti permata tertutup lumpur.

Oleh Gus Dur biasanya orang itu dipanggil ke Jakarta. Dipoles, bahasa kerennya, di kader. Dengan model pengkaderan entah bagaimana cuma Gus Dur yang tahu.

Muhaimin Iskandar, Saifullah Yusuf juga Yahya Cholil Staquf diantaranya. Untuk dua nama sebelumnya saya yakin anda sudah paham.

Muhaimin Iskandar atau Cak Imin adalah Ketua umum PKB, wakil ketua DPR dan mantan menteri.

Saifullah Yusuf (Gus Iful) juga mantan menteri, pernah jadi Wakil Gubernur Jawa Timur dan sekarang walikota Pasuruan. Dalam karir politik Gus Iful dikenal piawai. Ia pernah aktif di PKB. Lalu ke PDIP. Sekarang di PPP.

Berbeda dengan keduanya. Bagi orang diluar NU nama Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya, kurang tenar. Barangkali karena Gus Yahya tidak berkecimpung di dunia politik.

Gus Yahya sendiri memilih berkecimpung di dunia aktivis untuk membangun reputasinya.

Selain pengasuh pondok pesantren. Barangkali banyak yang belum tahu kalau sesungguhnya Gus Yahya adalah seorang pelobi yang hebat. Jalur hubungan internasional yang dia bangun amat luas dan jaringannya kemana-mana. Termasuk dengan Amerika Serikat dan Israel.

Pada peringatan 20 tahun tragedi penyerangan gedung World Trade Center (WTC), September 2021 Gus Yahya diundang sebagai pembicara. Tidak sembarang orang yang bisa bicara di forum itu.

Perkenalan Gus Yahya dengan Gus Dur terjadi akhir tahun 80-an ketika pulang mengembara dari timur tengah. Juga menuntut ilmu di Makkah.

Sebelum ke Makkah Gus Yahya sempat kuliah di program studi ilmu Sosial dan Politik UGM. Namun kurang kerasan karena yang di dapat di bangku kuliah tidak sesuai harapannya.

Nama Gus Yahya muncul di pentas nasional pertama kali tahun 1999 ketika Gus Dur menjadi presiden. Dia panggil ke istana dan diangkat menjadi juru bicara (jubir) presiden Gus Dur bersama Wimar Witoelar dan Adhi Massardhi.

Pada kesempatan itulah Gus Yahya banyak menimba ilmu dari Gus Dur. Baginya bersama Gus Dur adalah berkah teramat besar sehingga Gus Yahya tak mau jauh-jauh dari Gus Dur.

Gus Yahya selalu mendampingi Gus Dur kemana pun termasuk ketika Gus Dur dilengserkan pada Bulan Juli 2001.

Usai jadi jubir, Gus Yahya balik ke Rembang dan membenahi pondok Pesantren Raudhatut Tholibin peninggalan abahnya: KH. Cholil Bisri.

Nanti tahun 2010 usai Muktamar Makassar Gus Yahya dipanggil K.H Ahmad Sahal Mahfudz untuk gabung ke PBNU dan diangkat menjadi khatib syuriah.

Alasan Kyai Sahal mengajaknya masuk PBNU waktu itu cuma satu. Gus Yahya diminta melanjutkan ide Gus Dur mengkampanyekan islam yang humanis dan toleran ke dunia internasional. Ide yang sedikit terpinggirkan ketika Gus Dur meninggal.

Memang dalam beberapa hal Gus Yahya dianggap memiliki kesamaan dengan Gus Dur. Sama-sama humanis, cerdas dan humoris. Juga memiliki keberanian untuk melawan arus membela apa yang diyakininya benar.

Menurut Gus Iful, dari sekian banyak kader Gus Dur saat ini, Gus Yahya adalah salah seorang yang mampu menterjemahkan pemikiran-pemikiran Gus Dur. “Gus Yahya itu replika Gus Dur waktu muda.”

Soal keberanian, jangan tanya. Cak Imin punya ceritanya, Ketika diminta membacakan dekrit presiden, Gus Yahya tanpa segan menerima tawaran itu. Padahal Gus Yahya tahu konsekuensi yang akan dihadapi. Pasti Ia akan dimusuhi semua anggota parlemen yang berseberangan dengan presiden. Tapi ia tak peduli. Ia tidak takut.

Beberapa waktu yang lalu ketika diundang perdana menteri Benyamin Netanyahu datang ke Israel pun dia tidak menolak. Ia datang ke Tel Aviv berpidato dan menyampaikan gagasannya tentang Islam Rahmatan Lil Alamin.

Hasilnya bisa diduga, langkahnya memicu kontroversi. Di tanah air banyak yang ngamuk-ngamuk. Tapi Gus Yahya tenang saja. Seperti tak ada masalah.

Mirip betul dengan langkah Gus Dur ketika diundang yayasan Simon Perez untuk berpidato di Tel Aviv, Israel. Gus Dur cuek bebek. “Segitu aja kok repot.” katanya.

Langkah Gus Yahya ini tentu diilhami oleh Gus Dur. Gus Dur memang dikenal memiliki hubungan mesra dengan pejabat-pejabat teras Israel.

Kemiripan yang lain adalah selera humor. Sudah jamak diketahui kalau Gus Dur kaya humor. Gus Yahya juga demikian.

Gus Yahya dikenal memiliki “sense of humor” yang tinggi. Humor dan jokenya khas ala pesantren. Humor dan joke itu sering dilontarkan kala berpidato atau ditulis dalam blog-nya bernama Republik Terong Gosong.

Sekarang K.H Yahya Cholil Staquf, sudah terpilih jadi Ketua umum tanfidziah PBNU menggantikan K.H Said Aqil Siradj.

Bersama Rais Aam K.H Miftachul Akhyar, K.H Yahya Cholil Staquf akan menakhodai NU selama lima tahun ke depan.

Banyak harapan dipikulkan dipundaknya. Bukan hanya harapan warga NU, tapi juga harapan warga bangsa yang lain. Harapan supaya NU tetap istiqamah mengedepankan Islam damai. Islam Rahmah tanpa kekerasan.

Gus Yahya adalah salah satu permata yang ditemukan dan dipoles oleh Gus Dur. Banyak orang yakin ditangannya NU akan kian bersinar. Seperti yang pernah dilakukan Gus Dur ketika sukses membawa NU bukan hanya jadi milik warga Nahdliyin, tapi juga jadi milik Bangsa Indonesia.