Gambar : merdeka.com

Orang Tionghoa di seluruh dunia masih resah. Mereka belum bisa merayakan Imlek dengan meriah. Padahal inilah acara yang ditunggu setiap tahunnya. Mirip Hari Lebaran kalo orang Islam. Atau Natal bagi yang Kristen.

Peringatan Imlek memang meriah. Bau dupa, Petasan, Ang Pao, lampion, hingga Baronsai selalu mewarnainya. Tak sah rasanya Imlek kalo tak ada itu.

Letak keseruan Imlek terdapat pada pertunjukan Barongsai dan bagi-bagi Ang Pao. Selain juga perayaan Cap Go Meh. Lima belas hari sesudahnya. Sayangnya, untuk sementara harus menahan diri.

Penyebabnya?

Apalagi kalo bukan Covid-19. Pemerintah sangat tegas. Aturan Protokol kesehatan harus ditegakkan. Pokoknya tak boleh ada protes. Ini harga mati. Titik.

Di Indonesia, warga Tionghoa juga merasakannya. Belum bisa kemana-mana. Padahal tradisi Imlek menganjurkan silatuhmi. Mudik dan berkumpul dengan keluarga wajib hukumnya. Terutama di malam tahun baru.

Namun berbeda dengan malam tahun baru Masehi. Khusus di malam Imlek tak ada rame-rame. Tak boleh kemana-mana. Semua keluarga harus kumpul. Kumpulnya di rumah orang tua. Bisa juga di rumah keluarga yang paling senior. Atau yang paling dihormati.

Acara di mulai dengan berdoa untuk para leluhur. Setelah itu baru makan-makan. Biasanya di meja makan selalu siap: Mie, telur, tahu dan ikan. Kalo punya rezeki lebih, bisa siapkan daging babi.

Tapi soal penganan ada yang tak boleh ketinggalan. Namanya Kue Keranjang atau Tie Kwee. Kue ini disebut juga Kue Cina karena dibuat khusus untuk menyambut Imlek.

Setelah makan-makan selesai, masuk acara inti yang lain. Yang ini buat anak-anak. Acara bagi-bagi Ang Pao. Orang tua atau yang lebih tua memberi Ang Pao pada anak-anak. Atau kakek nenek ke cucu-cucunya.

Ang Pao adalah amplop berwarna merah. Isinya uang. Uang yang dinanti-nanti bergambar Soekarno Hatta. Kebetulan warnanya juga merah.

Merah adalah Warna favorit Orang Tionghoa. Bagi orang Tionghoa, merah adalah lambang keberuntungan dan kesejahteraan. Juga kegembiraan. Lihat saja kalo Imlek. Di Pasar, mall, atau di rumah-rumah dihiasi ornamen warna merah. Semuanya semarak. Terlihat gembira.

Sebenarnya kalo di dalami lebih lanjut tradisi yang dianut setiap warga Tionghoa tidak selalu sama. Tergantung adat kebiasaan leluhurnya.

Di Indonesia bermukim lima suku Tionghoa. Hokkian, Hakka, Kanton, Tiuchu dan Hainan. Mereka hidup dengan tradisinya masing-masing. Misalnya Orang Hokkian berbeda dengan Tiuchu. Begitu juga yang lain.

Tradisi ketika menyambut Imlek misalnya, sebagian ada yang sibuk membersihkan. Ubin dan perabot rumah digosok. Pintu, jendela dan dinding dicat. Sampai sprei pun diganti

Sebaliknya pada suku lain bersih-bersih tak diperbolehkan. Tak boleh mengecat. Tak boleh ganti sprei. Juga tak boleh menyapu. Kalo toh harus menyapu, nyapunya harus ke dalam. “Biar rejeki tidak keluar.” Katanya.

Selain itu, ada juga ucapan yang sering ditemukan dalam perayaan Imlek. Bunyinya: Gong Xi Fat Chai. Mungkin banyak yang belum tahu apa arti kata ini.

Menurut David Kwa, pakar Sinolog dari UI, kata Gong Xi Fat Chai berasal dari bahasa Mandarin. kira-kira artinya: Selamat Menjadi Kaya.

Untuk diketahui ucapan Gong Xi Fat Chai untuk mengucapkan selamat tahun baru Imlek sesungguhnya berasal dari Hongkong, dan baru populer di Indonesia Tahun 1990-an.

Tempo dulu, ucapan yang banyak digunakan ketika Imlek adalah: Sin Chun Kiong Hie. Artinya Selamat Tahun Baru dan Panjang Umur.

Menurut David, ucapan Gong Xi Fat Chai berbau materialistis. Sudah begitu watak orang Hong Kong, akibat hidup yang keras sehingga tekun mengejar kekayaan.

Namun benar tidaknya ucapan itu tak peduli. Saya tetap mengucapkan, Selamat Tahun Baru Imlek 2573: Xin Nian Kuai Le, Gong Xi Fat Chai. Untuk anda yang merayakannya.