Ini Kisah Hari Ibu Yang Belum Banyak Diketahui Orang

Gambar Alena Auralangie

Peringatan Hari Ibu pada tanggal 22 Desember setiap tahunnya tanpa di sadari berlangsung tanpa kita memahami apa latar belakang sejarah dan maknanya.

Konteks modernisasi telah mengubah eksistensi Hari Ibu menjadi sekedar hanya “Motherhood Worshiping atau Pemujaan Sosok Ibu.

Tanpa bermaksud melecehkan semangat dan pengorbanan ibu, ini yang perlu diketahui tentang Hari Ibu.

Pertama, peringatan Hari Ibu tak bisa dilepaskan dari sejarah Yunani kuno. Dalam tradisi di sebagian besar negara di Eropa, Hari Ibu atau Mothers Day bermula dari ritual-ritual paganisme atau penyembahan dewa-dewi.

Mothers Day ditujukan sebagai penghormatan terhadap Dewi Rhea, istri Dewa Kronus dan ibu para dewa dalam mitologi Yunani Kuno.

Dalam keyakinan mereka ibu dianggap memiliki kuasa spiritual yang memberikan manusia kehidupan dan memelihara manusia dari keterpurukan.

Kedua, Tanggal 12 April 1861 sampai 9 April 1865, berkecamuk perang saudara di Amerika. Perang terjadi antara Negara bagian utara yang mendukung persatuan dan Negara bagian selatan yang menginginkan konfederasi atau pemisahan diri.

Perang itu merenggut banyak korban tak terkecuali nyawa manusia sehingga menimbulkan keprihatinan seorang ibu bernama Julia Ward Howe.

Ia melihat perang tak ada guna sama sekali seperti kata pepatah, Kalah jadi abu menang jadi arang. Semua sia-sia belaka.

Maka pada tahun 1870, ia berjuang menggalang kekuatan perempuan di Amerika untuk bersama bersuara menghentikan perang.

Perjuangan Julia ini menginspirasi Anna Jarvis mengkampanyekan lahirnya “Mothers Day” pada tahun 1907, yang di kemudian hari mempengaruhi para petinggi Negara, pengusaha dan politisi sehingga Presiden Woodrow Wilson menetapkannya sebagai hari libur resmi di Amerika Serikat.

Hari libur itu berlangsung pada setiap Hari Minggu kedua Bulan Mei mulai tahun 1914.

Di Indonesia, dua bulan setelah pembacaan Ikrar Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, berlangsung Kongres Perempuan 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta. Kegiatan inilah yang mengispirasi lahirnya “Hari Ibu”.

Tapi penetapan Hari Ibu itu sendiri baru diputuskan pada Kongres Perempuan III tahun 1938 dan di setujui Presiden Soekarno melalui Dekrit Presiden No. 316 tahun1959.

Saat itu semangatnya adalah penghargaan terhadap perempuan. Harapannya setiap Hari Ibu dikenang sebagai upaya perjuangan perempuan dalam memperbaiki kualitas bangsanya.

Termasuk mengangkat harkat dan martabat perempuan secara umum. Tidak terbatas urusan domestik atau mengurus rumah tangga semata.

Namun kini peringatan hari Ibu sepertinya teIah bergeser menjadi “sekedar” hari pemujaan sosok ibu.

Hari Ibu lebih banyak diperingati dengan pemberian kado, bunga, makan-makan, menuliskan status di medsos atau membebaskan para ibu dari rutinitas tugas rumah tangga.

Kalau demikian, Masih relevankah kita memperingati Hari Ibu?.