Masjid As-Shahabah (Gagasan Islam Moderat dan Toleran)
Gedungnya berwarna putih, megah, elegan, saat malam dihiasi lampion dengan cahaya keemasan. Nampaknya gedung itu menjadi salah satu topik perbincangan bagi orang yang melintas di malam hari, sebab cahaya lampu keemasan itu memukau saat dipandang.
Beginilah wajah baru Kampus Universitas Islam Makassar (UIM) kini, dulu tentu berbeda, apalagi sewaktu zaman angkatan 2000-an. Sangat jauh berbeda, mahasiswa yang hendak ke kampus, mendapati cerita sedikit lucu, misalnya saat ditanya ingin kemana oleh supir pete-pete yang ditumpangi, jika menjawab kampus UIM, rata-rata supir meraba, lalu menjawab ? Kampus yang depan Rumah Makan Lesehan Pak Dani? Di jawablah iya, dengan nada rendah oleh mahasiswa tadi.
Kembali ke lampion tadi, mungkin energinya masih sumber PLN, seandainya energi terbarukan tentu akan lebih keren gedung putih itu.
Tulisan ini bukan menceritakan Kampus dan Gedung Putih Baru UIM, tapi Masjid As-Shahabah, yang mungkin dibangun hampir bersamaan dengan kampus. Konon masjid ini dibangun oleh kader PMII. Sehingga nama itu disematkan. Saya tidak tau persis kapan dan siapa-siapa tokoh PMII yang terlibat dalam pembangunan masjid tersebut. (Penting ditelusuri Datanya)
Sejak dulu, surau, langgar, masjid memang sebagai tempat yang cukup dekat dengan pendidikan, Beberapa tulisan mensejarahkan demikian. Semisal gerakan melawan kolonisasi Belanda, masjid sebagai media untuk menyusun strategi perlawanan atas kolonisasi. Begitupun dengan masjid As-Shahabah UIM.
Masjid, selain sebagai tempat ibadah, juga digunakan sebagai tempat kegiatan lain, seperti kelas pendidikan oleh kader PMII Metro Makassar di Universitas Islam Makassar. Tak jarang, satu-satunya tempat murah dan memuaskan untuk berkegiatan seperti dialog untuk dilaksanakan, beberapa tahun lalu dialog kerukunan umat beragama ditempatkan di masjid As-Shahabah.
Dalam beberapa tahun terakhir, Masjid As-Shahabah telah beberapa kali mengalami perubahan kontruksi bangunan. Mungkin kerana faktor jumlah mahasiswa dan atau jumlah jamaah yang tiap tahun bertambah, mungkin juga karena kemajuan pembangunan yang menuntut Masjid As-Shahabah harus mengikuti kemajuan arsitektur bangunan. Tapi yang pasti nilai dari pesan sebagai representasi Islam Moderat tetap mewarnai khutbah diatas mimbar masjid, serta ajaran Islam Ahlu Sunnah Wal Jamaah An Nahdiyah yang menjadi ciri khas perjalanan masjid As-Shahabah.
Mengutip pesan dari laman Kompas.com oleh KH. Said Aqil Siraj ketum PBNU menyampaikan bahwa dalam Islam ada istilah tawassud atau moderat. Umat Islam harus moderat, tidak boleh ekstrem. Sementara untuk menjadi moderat, kata Said, seseorang harus memahami Islam secara utuh. Selain itu, dibutuhkan kecerdasan. Sebab, menurutnya, doktrin aliran radikal tidak akan masuk ke pikiran orang-orang yang cerdas.
“Kalau yang tidak moderat tidak butuh pintar, cukup bilang Allahu Akbar. Yang moderat itu adalah yang cerdas,” jelasnya.
Selain tawassud, Islam juga mengenal istilah tasamuh atau toleran. Sikap toleran ini untuk menjalin keharmonisan antar-umat bergama.
Pesan ketua PBNU tentu penting menjadi bagian dari isi pesan bagi setiap aktivitas di masjid As-Shahabah kini dan nanti, Begitupun dengan kader PMII yang dipercaya sebagai pengurus Masjid As-Shahabah melalui Lembaga Dakwah Bintang Sembilan (LDBS).
Kita tetap berharap meski konstruksi telah melampau batas pembangunan tradisional dengan desain yang lebih modern, tentunya diharapkan masjid As-Shabah tetap sebagai Masjid transformasi gagasan “Islam Indonesia” (Islam Nusantara), yang moderat dan toleran serta mencerdaskan jamaah sabagaimana pesan ketua umum PBNU Al-Mukarram KH. Said Aqil Siradj.