MATI MULIA ATAU HIDUP MULIA?

Foto : Google.com

Yang akan menjadi penguasa dunia adalah penguasa teknologi.

Ini menjawab bagaimana China, yang baru membangun dalam waktu bersamaan dengan negara Asia lainnya, termasuk Indonesia, bisa menjadi negara adidaya, mengalahkan Amerika.

Di awali dengan barang KW-KW, yang selalu menjadi bahan olok-olok seluruh penduduk dunia, sekarang China sudah leading menguasai hitech. Semuanya berproses. Tidak ada yang instan.

Dan tentu saja semuanya berawal dari pendidikan.

Di Indonesia, sejak tahun 2000an, menjamur pendidikan umum berbasis agama. Pesantren-pesantren menjamur di mana-mana, dari kelas tradisional hingga eksklusif dengan modal hibah dari negara-negara Arab.

Rerata orang tua berlomba menyekolahkan anaknya ke sana. Semakin bergengsi sekolahnya, tentu akan semakin bangga

Para orang tua cenderung hanya memperhatikan gedung dan fasilitas
sekolah. Tidak berpikir, siapa gurunya dan apa yang akan diajarkan kepada anak–anak kita.

Kalau sekolah hanya untuk mengejar bagaimana agar “mati mulia’, sambil
berharap masuk surga, lalu untuk apa manusia hidup?

Semestinya sekolah itu agar manusia punya modal untuk ‘hidup mulia’ dengan menjadi semulia-mulianya manusia, yaitu yang paling bermanfaat bagi sesama

Dan kenyataan hidup, teknologilah yang paling membentu kehidupan umat manusia lebih bermanfaat dan bermartabat.

Demikian besar jasa para pencipta teknologi membantu kehidupan umat
manusia. Sayangnya mereka adalah yang oleh kita sebut sebegai ‘Ahli Neraka’.

Ironinya, justru sekolah-sekolah berbasis agama, ingin memisahkan antara agama dan teknologi.

Saat negara-negera Areb yang biasa menjadi acuan agema, sedang berusaha mengejar ketertinggalan agar juga mampu merguasai teknologi bagi kehidupan yang lebih baik.

Dan di Indonesia, agama ingin ‘reborn’ dengan pengharaman terhadap teknologi. Kehidupan madani seperti apa yang ingin dicita-citakan dengan cara mundur seperti ini?

Kalau kita mau mulai berpikir bagaimana caranya hidup mulia, mulai berpikirlah serius tentang pendidikan sekolah anak-anak kita.

Apakah sekolah anak-anak kita mengajarkan untuk ‘mati mulia’ atau ‘hidup mulia’?! []

Oleh : Heni Nuraini (Penulis)