Mengenal Terapi Warna Ibnu Sina

Gambar : galamedia.com

Ibnu Sina, lahir di Uzbekistan tahun 980 masehi dari pasangan Abdullah dan Satareh. Terlahir dari keluarga kaya dan taat beragama, dirinya mampu menghafal ayat Alquran pada usia sangat belia 10 tahun. Kecerdasan dan hafalannya luar biasa.

Ia belajar ilmu pengobatan dan mulai mengobati pada usia 16 tahun. Ia juga membuat obat racikan sendiri untuk pasiennya. Semuanya diberikan gratis.

Bak virus yang cepat menyebar kemana-mana. Namanya menjadi harum. Diantara pasiennya ada seorang pangeran. Pangeran dari Gurgan sebuah kerajaan di daerah Laut Kaspia.

Penyakitnya aneh banyak tabib dan dokter coba mengobatinya namun tak sembuh. Tubuhnya kurus kering. Baru sembuh setelah ditangani Ibnu Sina.

Rupanya sang pangeran sedang jatuh cinta pada seorang gadis biasa. Ibnu Sina tahu karena setiap menyebut kampung si gadis denyut jantung pangerang berdetak keras. Gadis itu obatnya. Mereka disuruh menikah.

Selain berhasil mengobati Pangeran Gurgan, menurut Esiklopedi Britanica Ibnu Sina juga menyembuhkan penyakit Sultan Bukhara. Sebagai ucapan terima kasih, sultan memberinya kemudahan mengunjungi perpustakaan milik kerajaan Samanid.

Meski hidupnya sepi tanpa pasangan. Serta situasi politik yang tak pernah stabil, ia tetap belajar. Makanya pengetahuan Ibnu Sina terus berkembang.

Keluasan ilmu pengetahuannya, seperti ilmu kedokteran, filsafat, astronomi, logika, bahkan ilmu sastra khusunya puisi tak tertandingi. Semua dipelajarinya dengan sungguh-sungguh.

Menurut ensiklopedi tercatat lebih 250 buku ditulisnya. Salah satu yang paling fenomenal adalah buku Qanun of medicine atau Al Qanun Fi at-Tibb. Saking fenomenalnya, Buku ini mengundang banyak ahli untuk menerjemakannya.

Salah seorang diantarnya berkebangsaan Tiongkok. Namanya Zhu Ming Zhu dari Beijing Medical University pada tahun 2010. Buku ini dijadikan sebagai rujukan bagi dokter-dokter Tionghoa.

Sekarang buku itu telah diterbitkan dalam banyak bahasa. Bahasa Inggris Jerman, Latin, Prancis dan Ibrani.

Salah satu penemuan terbaiknya adalah terapi warna atau chromotherapy. Terapi ini menggunakan warna sebagai sarana untuk mengenali atau mendiagnosis suatu penyakit.

Untuk pengobatan dia berhasil mengembangkan grafik hubungan antara warna-warna dengan suhu dan kondisi tubuh manusia.

Lewat Qanun of medicine, Ibnu Sina mengajarkan bahwa warna merah membantu memindahkan darah. Warna biru atau putih akan membantu mendinginkannya. Sementara warna kuning membantu mengurangi rasa sakit pada otot dan radang mata.

Pemberian warna yang salah pada terapi ini menyebabkan tidak adanya respon apapun pada penyakit tersebut. Sehingga pasien jangan berharap akan sembuh.

Barangkali itulah mengapa ruang bedah sebaiknya berwarna putih bukan gelap atau bukan berwarna merah.

Dalam sebuah buku berjudul: Jalan Lain ke Surga, terdapat sebuah kisah yang bisa membantu memberi gambaran tentang efek kesembuhan yang ditimbulkan oleh terapi warna.

Kisahnya dari penuturan Budi seorang karyawan swasta. Ceritanya, hampir setiap malam putranya Raihan yang berumur 3 tahun selalu mimisan.

Awalnya, Budi menduga mungkin itu karena suhu AC kamar yang terlalu dingin sekitar 23 derajat Celcius.

Atau mungkin juga karena kebiasaan anak kecil sering ngupil dengan kuku runcing nya karena terlalu sering mimisan. Dibawah ke dokter juga tak ada solusi. Budi bingung.

Akhirnya Budi mulai bertanya-tanya dan mencari informasi gerangan yang terjadi? Hingga seorang sahabatnya memberitahu ada terapi warna ala Ibnu Sina.

Sebelumnya sprei kasur Reihan berwarna merah bermotif karakter kartun spider-man yang kemudian diganti dengan sprei berwarna biru dengan karakter Batman.

Begitu pula baju tidurnya, dinding kamarnya juga dicat bersih dengan warna putih. Ajaibnya, sekarang dengan suhu AC kamar yang sama dan kuku terawat bersih Rehan tidak mimisan lagi.

Komentarnya: “Terapi warna Ibnu Sina sungguh mujarab.”

Ibnu Sina tutup usia pada Bulan Ramadhan tahun 1037 Masehi di usia 58 tahun. Saat itu ia dalam perjalanan menemani bangsawan Kakuyid, Ala Al-Dawla ke Hamadan. Ia wafat akibat penyakit maag kronis.

Ibnu Sina di makamkan di kota Hamadan. Di sebelah tenggara Iran. Makam ini pada tahun 1950 diperbaharui menjadi museum yang dilengkapi perpustakaan dengan koleksi ribuan buku.

Karena jasa-jasanya dibidang kedokteran, Ia kemudian dikenal hingga sekarang sebagai Bapak pengobatan modern.