Merawat Bumi Merawat Kehidupan

Konon dewi cinta Yunani, Aphrodite, pernah berujar bahwa tidak ada yang lebih indah di dunia ini dibandingkan sekuntum bunga, tidak ada yang lebih hakiki di dunia ini di bandingkan tetumbuhan atau tanaman.

Lewat tanaman vibrasi kehidupan yang memuaskan spritualitas terwujud. Manusia merasa nyaman dan bahagia bila berdekatan dengan tanaman. Perayaan hari lahir, pernikahan hingga kematian terasa lain tanpa rangkaian bunga.

Tanda cinta seorang pun ditunjukkan dengan persembahan bunga pada pasangan mereka. Makanya jangan heran bila para penyair biasanya kalau ingin memuja seorang wanita cantik mereka menyebutnya dengan bunga.

Kadang seorang lelaki bila dipaksa mendeskripsikan surga. Entah itu surga di dunia atau di akhirat, mereka mengambarkan sebuah taman yang dipenuhi bunga-bunga yang subur dan mempesona. Belum pernah tersentuh.  Di sertai satu dua bidadari.

Demikikanlah bahwa rahim sejati kehidupan manusia adalah tanaman. Tanaman yang identik berwarna hijau dan kehijauan. Dengan kehijauan tanaman, kita dapat makan dan bernafas.

Dari tanaman setiap hari sekitar 25 juta mil persegi permukaan daun sibuk berfotesintesis, menghasilkan oksigen bagi manusia dan binatang. Dan 375 milyar ton makanan yang di konsumsi setian tahun berasal dari tanaman atau tumbuhan tadi.

Sisanya dari binatang yang juga di hidupi tanaman.

Pokoknya semua yang dibutukan manusia dan binatang untuk hidup berasal dari tanaman dan tumbuhan.

Namun pernahkah kita sadari bahwa media hidup tanaman, binatang dan manusia itu bumi. Bumi yang kita diami bersama makhluk lain yang kian hari kian menua. Termakan usia.

Usia bumi menurut penanggalan radiometrik meteorik, kurang lebih 4,54 milyar tahun.

Timbul pertanyaan, sampai kapan bumi ini mampu bertahan hingga kiamat datang?

Waah.. itu pertanyaan yang sulit karena jawaban sepenuhnya ada pada hak prerogatif Tuhan.

Tapi ada sebuah studi terbaru yang dilakukan University of East Anglia, Inggris yang memperkirakan bahwa bumi masih mampu bertahan menopang kehidupan penghuninya setidaknya selama 1,75 milyar tahun mendatang.

Tapi ini ada syaratnya. Syaratnya adalah selama bencana dahsyat akibat nuklir, tubrukan asteroid raksasa dan malapetaka lain tidak terjadi.

Tapi sebenarnya tanpa skenario kiamat sedramatis itu, menurut para ahli tadi akan ada kekuatan astronomi lain yang akan memaksa bumi tak lagi bisa di huni (habiable) meski usianya tak mencapai 1,75 milyar tahun.

Apa itu? Air. Anda takkan bisa hidup tanpa air. Di planet manapun.

Pertanyaan adalah bagaimana kondisi di lingkungan kita masing-masing saat ini?

Saya serahkan jawabannya pada diri kita masing-masing. Yang jelas saat ini kita dituntut untuk segera sadar sejauh mana penghargaan dan rasa terima kasih kita pada bumi.

Jangan lupa bumi bukanlah warisan dari nenek moyang kita. Tapi kitalah yang justru meminjamnya dari anak cucu kita. Dan nantinya harus dikembalikan secara utuh kepada mereka?

Catatan kecil ini pasti tidak serta merta punya preseden menyadarkan kita seketika. Namun sekedar mengingatkan bahwa..

“Kita tak bisa hidup tanpa bumi , tapi bumi ini bisa hidup tanpa kita.”

Selamat Hari Bumi, 22 April 2020

Mari jaga dan rawat bumi sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuan kita masing-masing.