PMII JANGAN JADI BABU PENGUASA

Foto : Google.com

PMII sebagai organisasi mahasiswa berlatar Nahdlatul Ulama kini berusia ke 64 tahun.

17 April lalu, PMII hadir bercita mengabdi kepada kaum tertindas. Memberi solusi kepada bangsa dan negara.

Dari segi usia. PMII tergolong sepuh. Di usia ke 64, PMII perlu melakukan refleksi. Sejauh mana para kader militan berpijak? Apakah PMII yang lahir dari rahim NU sudah menjadi aktor perubahan di negeri ini?

Gaung suara lantang dalam menyuarakan hak-hak rakyat tertindas kok tak lagi terdengar. Sunyi senyap seperti ditelan ombak rezim.

Jangan-jangan para kader dan alumni PMII sudah larut menjadi penikmat penguasa?

Pertanyaan-pertanyaan di atas perlu jadi renungan di hari kelahiran PMII.

Di mana standing position PMII hari ini?

Sebagai kader PMII, saya yakin semua kader akan menjawab secara lugas dan baik.

Maafkan.

Saya punya sudut pandang PMII hari ini. Saya melihat PMII sudah ada pada titik nol dalam skema keberpihakan pergerakan.

Institusi dan para alumni hanya gegap gempita merayakan Harlah PMII ke 64. Perayaan sebatas seremonial dan jauh dari nilai-nilai pergerakan “melawan tertindas dan bersuara tegas kepada penguasa penindas”

Gema melawan kaum tertindas sudah terkikis di dalam tubuh PMII. PMII hari ini tak lebih sebagai objek konsumen penguasa.

Ruh PMII yang memiliki perspektif gerakan terstruktur dan terukur keluar dari jasadnya. Padahal PMII lahir dengan cita-cita luhur. Keberpihakan pada kelas bawah. Meminjam istilah Karl Marx kaum proletar (kelas bawah).

Tapi posisi PMII saat ini sudah menjadi bagian dari kaum elite (borjuis) PMII tak lagi bergerak. Minim suara gerakan mengadvokasi rakyat tertindas.

Nilai-nilai Aswaja dan pengetahuan pergerakan tak lebih sebagai alat komoditi saat harlah PMII tiba dengan mendatangkan para penguasa.

Saya Sedih.

Meratapi nasib PMII hanya menjadi penonton dan penikmat karena hegemoni penguasa.

Saya bisa menangis.

Melihat PMII saat ini hanya mengundang penguasa. Tak lagi mengundang rakyat yang tanahnya digusur semena-mena atau petani yang menjerit karena harga pupuk mahal.

Ayo bangun para sahabat, Jangan mau jadi babu penguasa. Rakyat masih tersendu-sendu melihat utang negara segunung.

Jangan larut dengan harlah PMII yang hura-hura dan yahannu..

Oleh : Kholili Pashter (Kader PMII Surabaya)