Hari ini, kalau tak ada aral melintang 36 perahu sandeq peserta Festival Sandeq Sulbar 2023 segera meninggalkan Pantai Salukaili Baras. Disini peserta istirahat memulihkan tenaga setelah kemarin start di Pantai Tanjung Babia Pasangkayu (24/9).
Kalau tak ada aral melintang maksudnya, jika angin berhembus kencang dan kondisi layar aman-aman saja dipastikan perahu bisa diberangkatkan. Angin dan layar adalah dua soko guru penyangga suksesnya pelayaran perahu sandeq.
Rute berikutnya adalah Mamuju Tengah dan terus melewati tiga kabupaten yakni Kabupaten Mamuju, Majene dan finish di Polman dengan jarak tempuh sejauh 700 kilometer. Diperkirakan Sandeq akan tiba di Pantai Bahari Polewali Polman, 4 Oktober 2023.
Sudah umum diketahui kalau perahu sandeq adalah salah satu ikon budaya orang Mandar. Perahu sandeq merepresentasikan jiwa kebaharian dan menguatkan identitas mereka sebagai pelaut ulung yang ulet, lincah dan berani.
Sandeq adalah perahu layar tradisional Mandar yang kecil, tetapi lincah sehingga mampu bertahan untuk mengarungi samudra luas. Panjang lambung perahu 7-11 meter dengan lebar 60-80 sentimeter. Pada bagian kiri – kanan perahu dipasangi cadik dari bambu untuk penyeimbang.
Sebagai perahu layar bercadik, sandeq dikenal sangat cepat dan tangguh dalam mengarungi samudera luas. Bentuknya yang ramping serta mengandalkan dorongan angin yang ditangkap oleh layar berbentuk segitiga mampu mendorong badan perahu hingga kecepatan 20 knot. Sekitar 50 kilometer perjam.
Pada masanya perahu bercadik yang tercepat di dunia ini, konon merupakan perahu yang merajai lautan sekitar Sulawesi dan Kalimantan. Layarnya terbentang menangkap angin sehingga mendorong perahu meluncur cepat di atas permukaan laut.
Untuk menyeimbangkan laju perahu (mattimbang) para nelayan berpindah dari satu cadik ke cadik lainnya. Begitu pula saat perahu akan berbelok, sementara nelayan lainnya memutar bilah kemudi (guling) untuk mengarahkan perahu.
Sandeq memang diciptakan sebagai sebuah strategi adaptif nelayan dalam memburu gerombolan ikan tuna dan juga mencari telur ikan terbang (motangnga). Makanya, sandeq sengaja dirancang menjadi perahu lincah dan tangguh sehingga sanggup bertahan menghadapi angin dan gelombang.
Boleh jadi sandeq dibuat sedemikian rupa karena teluk Mandar atau pantai
Barat Sulawesi adalah laut lepas yang dalam tanpa pulau-pulau yang berarti sebagai penghalang.
Saat libur melaut karena keadaan cuaca, nelayan Mandar biasa menggunakan waktunya dengan menggelar lomba sandeq. Berlomba untuk mengadu kecepatan dan kemampuan bermanuver.
Dulu, lomba sandeq disebut lomba pasar, karena sandeq disewa oleh para
pedagang untuk mengangkut barang jualannya ke pasar-pasar di desa sekitar pantai, sehingga diperlukan untuk tiba tepat waktu. Apalagi dahulu jalur laut menjadi jalur vital karena terbatasnya jalur darat.
Horst H. Libnur, penggagas Sandeq Race mengungkapkan, sandeq merupakan sumber pengetahuan dasar menjadi nelayan ulung.
Lewat sandeq nelayan belajar membaca arah angin, kecepatan arus dan tanda-tanda alam lainnya sehingga nelayan dapat bertahan melaut di samudera luas. Karena itu pula sandeq merupakan kearifan tradisi orang Mandar yang perlu dilestarikan.