Perlukah Kompos Digunakan Dalam Usaha Pertanian ?

Gambar: Berkeluarga.id

Saat sekarang upaya pemulihan lahan pertanian oleh petani telah disiapkan perlahan, belum begitu massif, tapi nantinya akan membumi. Mungkin karena setelah sekian puluh tahun lahan dipadatkan oleh pupuk pabrikan sehingga upaya itu menjadi pilihan.

Dulu, demi peningkatan jumlah produksi hasil pertanian, semua jenis pupuk pabrikan digunakan, lambat laun dampaknya unsur hara tanah lahan atau tanah yang subur kian hilang.

Muhammad Nur Salah seorang pegiat pertanian alami mengungkapkan bahwa ketebalan unsur hara tanah dilahan pertanian untuk sawah dan kebun hanya sekitar 12 cm disaat sekarang, diasumsikan akibat dari penggunaan pupuk pabrikan tadi. Data itu diperoleh setelah peneliti dari perguruan tinggi ini melakukan penelitian lahan pertanian di Salassae. Dimungkinkan malah semakin menurun ketebalan itu jika tak dilakukan pemulihan.

Menurut informasi dari penjelasan peneliti ahli tanah, satu-satunya cara pemulihan lahan dengan memberikan input organik dengan pengomposan ke lahan. Hanya itu tegasnya !

Namun ada realitas berbeda dibeberapa tempat tentang penggunaan kompos. Seperti kesadaran penggunaan kompos oleh petani masih sangat kurang, Ketergantungan atas pupuk pabrikan (kimia) masih sangat tinggi, penyebabnya bermacam-macam. Bisa jadi karena keterbatasan informasi sebagai penyebab utama.

Di salah satu desa, pemerintah desa berupaya untuk memberi bantuan pupuk jenis pupuk kompos dengan tujuan membantu petani atas kebutuhan input pertanian agar terbantu melalui program tersebut. Namun sayangnya, realitas masyarakat enggan menerimanya. Entah kenapa Bisa jadi masalahnya sama dengan kasus diatas. Karena keterbatasan informasi soal manfaat menggunakan pupuk yang berbahan dasar limbah atau ‘kotoran’ ternak tersebut.

Jika melihat data dari berbagai sumber, baik dari universitas maupun lembaga lain yang memiliki kompetensi dibidang pertanian mengungkap bahwa dengan memanfaatkan kotoran ternak, akan banyak manfaat yang diperoleh oleh petani. Misalnya sisi ekologi, ekonomi dan dampak lain bisa diperoleh secara langsung.

Misalnya dari sisi ekologi. Sejauh ini, petani pasca diperkenalkan dengan input pertanian berbahan kimia puluhan tahun yang lalu (revolusi hijau). Demi memaksimalkan produksi, pilihan satu-satunya ada input produksi pabrikan itu.

Meskipun awalnya ditolak oleh petani, namun karena ada struktur bekerja akhirnya harus diterima. Lalu dampak secara ekologi yang dirasakan saat setelah menggunakan input pabrik tersebut? Ya unsur hara tanah perlahan berkurang, dari sisi ketebalannya juga kian menipis. Seperti penjelasan petani diatas.

Misalnya dampak ekonomi, dengan bergantungnya petani terhadap input produksi itu, tak ada pilihan lain selain mengeluarkan uang demi mendapatkannya, tak perduli soal harga yang jelas harus dibeli, sebab jika tidak akan merugi katanya, walaupun sebenarnya sudah rugi sejak awal, sejak diniatkan untuk beli input pertanian.

Dampak lainnya mengikuti, karena harus membeli pupuk atau pestisida, biaya kebutuhan lain di tanggalkan. Semisal biaya pendidikan untuk anak dalam keluarga petani. Ya bisa jadi..!

Lalu upaya apa yang harus dilakukan agar pengetahuan penggunaan input pertanian ramah lingkungan seperti kompos bisa digunakan petani ?

Tentunya, media paling memungkinkan adalah pendidikan petani perlu dibuka luas, formal maupun informal harus diupayakan, lalu memanfaatkan media sosial sebagai ruang kampanye juga penting dimanfaatkan. Tujuannya sederhana, mendidik kita semua. Bahwa dengan menggunakan input pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan akan berdampak positif terhadap usaha pertanian bagi petani yang sedang diusahakan, lalu jaminan sehat atas produksi juga akan dirasakan manfaatnyanya.

Lagi-lagi ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Harus diusahakan terus-menerus, sebab jika dibandingkan dengan cara kerja revolusi hijau saat awal kampanye produknya juga tak begitu saja diterima oleh petani, butuh waktu dan memanfaatkan kekuatan pemerintah melalui ‘Kebijakan’ salah satu bentuk usahanya. Artinya pegiat perubahan pola pertanian yang berkelanjutan.