DOB Sulawesi Barat: Antara Aspirasi dan Kepentingan

Peta Sulawesi Barat

Pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) di Sulawesi Barat dengan lahirnya Kabupaten Balanipa dan Kabupaten Tomatappa sering disebut sebagai wujud aspirasi masyarakat. Harapannya jelas: mempercepat pembangunan, mendekatkan pelayanan, dan menghadirkan pemerataan kesejahteraan. Namun, jika kita menelisik lebih dalam, pemekaran daerah tidaklah sesederhana janji manis di atas kertas.

Aspirasi Rakyat atau Agenda Elite?

Di tingkat wacana, DOB selalu dikaitkan dengan kebutuhan rakyat. Tetapi pengalaman di banyak daerah menunjukkan bahwa pemekaran lebih sering dipicu oleh kepentingan elite politik lokal. Dengan adanya kabupaten baru, terbuka peluang bagi lahirnya jabatan baru: bupati, anggota DPRD, kepala dinas, hingga proyek-proyek infrastruktur yang bisa dikelola. Dalam kerangka ini, DOB lebih mirip arena distribusi kekuasaan ketimbang instrumen murni untuk kesejahteraan rakyat.

Janji Pembangunan yang Terlambat Sampai ke Rakyat

Salah satu alasan utama pemekaran adalah mendekatkan pelayanan publik. Tetapi faktanya, pelayanan tidak otomatis membaik. Anggaran yang ada justru lebih banyak terserap untuk belanja pegawai dan pembangunan gedung perkantoran. Infrastruktur dasar seperti jalan desa, fasilitas kesehatan, atau pemberdayaan ekonomi rakyat sering menjadi prioritas kedua. Akibatnya, rakyat kecil yang menjadi alasan pemekaran justru kembali menjadi penonton.

Risiko Fragmentasi Sosial

DOB juga bisa memunculkan masalah baru. Persaingan antarwilayah untuk menjadi pusat pemerintahan bisa menimbulkan ketegangan. Identitas kultural atau etnis kadang dijadikan alasan legitimasi, yang berpotensi memperlebar jurang perbedaan antar-komunitas. Jika tidak dikelola dengan bijak, pemekaran bisa menambah beban sosial alih-alih memperkuat solidaritas.

Mencari Makna Sejati Desentralisasi

Secara ideal, desentralisasi berarti negara lebih dekat dengan rakyat. Namun dalam praktik, ia sering berubah menjadi desentralisasi kekuasaan—di mana pusat kekuasaan baru tercipta di daerah tanpa ada perubahan kualitas pelayanan. Di titik ini, masyarakat perlu bertanya: apakah DOB ini akan benar-benar menghadirkan keadilan sosial, atau hanya menghadirkan “pemerintahan kecil” yang sibuk dengan urusan birokrasi?

Penutup Reflektif

Pemekaran daerah tidak salah, bahkan bisa menjadi jalan bagi percepatan pembangunan. Tetapi ia bukan obat mujarab. Tanpa tata kelola yang transparan, akuntabel, dan berpihak pada rakyat, DOB hanya akan mencetak gedung-gedung megah, bukan kesejahteraan nyata.

Masyarakat Sulawesi Barat kini berdiri di persimpangan sejarah: apakah Kabupaten Balanipa dan Tomatappa akan menjadi simbol harapan baru, atau sekadar panggung baru bagi elite? Jawabannya tidak hanya ditentukan oleh undang-undang, tetapi oleh keberanian rakyat untuk terus mengawal agar pemekaran ini tidak melenceng dari tujuan awal: kesejahteraan bersama.

Oleh: Herwin Montolalu (Penulis adalah aktivis pemuda dan pemerhati sosial)