Namanya Suardi akrab dipanggil Cuo. Entah mengapa begitu? Mungkin panggilan akrabnya waktu kecil?
Kadang orang dibuat bingung saat menyebut nama sebenarnya, dan orang cuma mampu menebak-nebak siapa yang dimaksud. Hasilnya bisa diduga, mengecewakan.
Temannya sering protes, “Nyambungnya dimana Cuo sama Suardi?. Bedanya jauh seperti langit dan bumi”. Tapi begitulah di kampung, banyak yang kreatif. Termasuk kreatif mengubah nama. Alasannya supaya lebih akrab dan mudah diingat. Entahlah, yang pasti nama kampung itulah yang lebih mengakar dan dikenal orang.
Pak Cuo pernah sekolah 5 hari di Sekolah Dasar (SD) di kampung. Dengan bekal sekolah 5 hari itulah ia memberanikan diri terlibat sebagai salah satu pendiri organisasi Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS). Memberanikan diri mengikuti rapat dan pertemuan bersama petani lain.
Terlibat sebagai anggota organisasi sekaligus pendiri organisasi adalah pengalaman berharga, meski sejatinya ia telah berorganisasi sejak berkeluarga, bahkan jadi pemimpin organisasi keluarga karena ia kepala keluarga.
Dulu sebelum terlibat di KSPS, ia tak punya tujuan hidup yang jelas. Pendidikan 5 hari di sekolah dasar tentu kurang memadai baginya untuk survive, makanya merantau adalah pilihan.
Berangkatlah ia ke Malaysia Timur. Tak betah di Malasyia ia balik ke kampung. Namun di kampung juga tak bertahan lama. Ia kemudian balik lagi merantau, kali ini ke Kalimantan.
Sepertinya merantau telah mewarnai sebagian perjalanan hidup sekaligus membentuk karakternya. Ia terdidik oleh lingkungan secara otodidak. Dari situ ia belajar bahwa hidup harus diperjuangkan, karena kehidupan ini terlalu keras bagi orang tak ingin belajar.
Belajar bisa dimana saja, tak mesti di sekolah formal. Karena kadang sekolah formal itu membelenggu. Tidak membebaskan. Tidak memerdekakan
Saat di KSPS, rapat atau pertemuan adalah hal yang paling menakutkan baginya, lebih baik kerja di sawah atau bekerja bangunan saja daripada harus mengikuti forum-forum formal. Ia minder karena cuma mengenyam pendidikan yang 5 hari di Sekolah Dasar itu.
Saat kelas pertemuan dimulai, kursi paling sudut belakang adalah tempat terbaik menurutnya. Tak ada komentar, saran apalagi interupsi yang disampaikan, hanya menjadi pendengar setia dan bertahan hingga rapat selesai.
Inilah kisah Pak Cuo bersama KSPS. Balai yang berdiri kokoh sekarang adalah bagian dari kerja kerasnya. sebelum balai berdiri, kandang kambing dan sapi di areal balai sebelum Balai KSPS dibangun adalah bagian dari jejak rekam karyanya.
Sekarang karya itu monumental, bagi kami…
Sebagai bagian dari organisasi tani KSPS, Ia memulai membangun organisasi tani dengan menanam sayuran, sistem bertani ala Natural Farming (Pertanian Alami).
Tradisi tanaman sayur di Salassae telah ada sejak dulu, tapi menjadikan tanaman sayur sebagai salah satu komuditas ekonomi belum menjadi laku bagi petani di Salassae, begitupun dengan tanaman buah-buahan seperti Rambutan, Mangga, Durian, Langsat dan lainnya.
Tanaman-tanaman itu hanya untuk kebutuhan konsumsi, dan dibagikan kepada keluarga dan sahabat yang sedang ke kampung jika musim panen sayur dan buah.
Entah kenapa sayuran dan buah belum dikomersilkan, berbeda dengan komuditas hasil kebun lainnya seperti cengkeh, lada (merica), cokelat, dan karet. Tanaman itulah menjadi harapan hidup warga kampung.
Saat musim buah, ada cerita lucu di Kampung ini, Jika malam hari sekitar jam 10 hingga menjelang subuh kepemilikan buah semisal Durian menjadi milik bersama, siapa saja yang pergi mencari dan menemukan buahnya silahkan diambil, tak jadi soal. Yang penting jangan di siang hari, karena pemilik sah sudah datang.
Banyak kisah menarik saat mencari durian di tengah malam itu. Tersesat, ketemu binatang liar, diusir atau bahkan dikejar pemilik kebun saat mereka sedang berjaga durian. Makanya bila ingin aman sebaiknya hal ini dilakukan orang tertentu saja, misal keluarga pemilik kebun karena kalau ada apa-apa bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Bukan diselesaikan secara adat.
Banyak kisah unik menjadi rangkaian cerita yang pernah dialami oleh sahabat pencari durian tengah malam. Ada yang kocak, ada yang seru, ada yang menegangkan. Yang pasti banyak seninya.
Kembali ke tanaman sayur..
Di Salassae sayur yang paling populer di budidaya adalah sayur jenis kacang, Kacang Panjang dan Pendek. Belakangan, mulai di tanam juga sayur jenis lain, seperti Terong, Tomat dan Kangkung. Kalau jenis Coll, Sawi, Broccoli, Wortel belum di budidaya. Mungkin karena cuaca yang tak sesejuk daerah pengunungan.
Dari sayuran alami Pak Cuo membangun kepercayaan diri dan proses belajar sebagai petani yang tak menghamba atas kebutuhan input produksi.
Perlahan, ia mulai memproduksi Input Pertanian sendiri, meninggalkan kebiasaan lama dari hegemoni dan dominasi pengetahuan pertanian konvensional yang mungkin hampir seumuran dengannya. Kalaupun tidak seumur, paling Pak Cuo hanya tua sedikit darinya..
Banyak yang ia peroleh selama aktif dan belajar di KSPS. Dengan belajar ia memperoleh Ilmu dan semangat, yang kemudian ditularkan kepada sesamanya petani. Belajar bersama, praktek bersama dan memetik hasil bersama. Baginya itulah sesungguhnya yang disebut, “MERDEKA BELAJAR” seperti pesan mas menteri pendidikan.
Potret tentang sekolah agar terdidik bukanlah selamanya harus menepuh jalur sekolah formal, sebab faktanya lulusan pendidikan formal belum tentu ahli secara praktis di ruang realitas, meski ahli secara teori akademik. Coba perhatikan, amat jarang kita melihat pengusaha sukses berasal dari alumni bergelar “Doktor” Ekonomi. Begitu pun petani, jarang kita temukan Petani Sukses hasil dari lulusan sekolah Pertanian ternama.
Jadi jangan sedih karena tak memiliki ijazah sekolah formal lalu kita tak berani melakukan hal yang luar biasa, lihatlah Pak Cuo yang sukses mengorganisir petani lewat organisasi tani meski ia hanya 5 hari duduk di bangku sekolah dasar.
Selamat Hari Pendidikan Nasional..