Not alias lambang bunyi pada musik, sejatinya sejajar dengan abjad yang adalah lambang bunyi saat berbicara. Fungsinya cuma satu: ‘menggambarkan bunyi.’ Tidak lebih.
Not standar adalah Not Balok, yang mirip ‘tauge tagantong’ itu. Not balok itu sebagai lambang sangat lengkap, karena serentak mewakili tinggi rendahnya bunyi serta durasinya. Sekali menguasai not balok, ‘pintu’ ke semua partitur musik terbuka!
Sayangnya, di Indonesia, popularitas not balok kalah dengan Not Angka, sistem temuan JJ Russeau yang filsuf itu.
Not angka tidak lain adalah ‘penyederhanaan’ notasi musik dengan angka, untuk menggantikan Ut Re Mi Fa So La Ti, rangkaian bunyi satu oktaf temuan Romo Guido d’Arezzo itu. Sejatinya, itu adalah rangkaian suku kata pertama dari setiap baris kalimat pada sebuah doa kuno dalam bahasa Latin.
Dalam perkembangan, menjadi Do Re Mi Fa Sol La Si, yang dijadikan ‘jembatan keledai’ dalam membunyikan rangkaian nada pada not balok. Not angka adalah ‘jembatan keledai’ untuk sistem Do Re Mi tersebut.
Jadi, sebenarnya not angka adalah ‘jembatan keledai’ dari ‘jembatan keledai’ not balok. Double donkey! Double D (olok-olok untuk orang yang dianggap bodoh sekali).
Kenapa lebih populer di Indonesia?
Saya kira, pertama-tama karena digunakan pihak Belanda untuk memperkenalkan musik Barat dengan cara termudah kepada bangsa jajahan yang dianggap sangat terbelakang. Ini perkiraan saya, bisa saja salah. Tapi bila benar, artinya Belanda berhasil membangun fondasi musik Indonesia yang kokoh berdasarkan sistem yang sangat Double D!
Apa itu berarti kita termasuk bangsa dengan musikalitas yang sangat rendah? Tidak juga. Ada banyak pemusik handal dan karya musik besar yang lahir dari sistem Double D ala Indonesia ini.
Saya belajar Not Balok di bangku SD, sesuai kurikulum jaman itu (jaman tidak enak). Beruntungnya, guru-guru kesenian saat itu sangat memahami musik dan tahu bagaimana mentransfer ilmunya ke anak didik, meski mereka sebenarnya bukan pengajar seni (di sekolah saya saat itu, SDK St.Theresia/Ende III, semua guru kesenian adalah guru bidang studi lain).
Setelah berkenalan dengan Not Angka, mudah sekali Not Balok dilupakan. Maklum, sistem Double D memang jauh lebih mudah daripada taoge tagantong. Di lain pihak, karena dasarnya mungkin tertanam di alam bawah sadar akibat gurunya piawai, mudah sekali menggali ingatan ketika menghadapi partitur dengan Not Balok. Terima kasih, guru-guru SD!
Kapan seharusnya Not Balok diajarkan?
Saya kira sedini mungkin, bila perlu di awal usia sekolah. Saat otak anak-anak mudah menerima gambar dan simbol imajinatif dan sedang belajar membuat pola dalam memahami sesuatu. Ketika otak kanannya sedang aktif-aktifnya. Asalkan juga, yang mengajar piawai membagi ilmu.
Kalau sejak dini anak dikenalkan dengan Not Angka yang super mudah itu, otak imajinasinya tidak dipakai dalam memahami seni bunyi yang begitu imajinatif. Otak logikanya lah yang dipaksa bekerja ‘menghafal’ bunyi dan jarak dengan angka matematis. Jadi seni yang dihafal!
Tidak heran, banyak orang diajar berkali-kali membaca partitur (Not Angka) pun, tetap tidak bisa membedakan bunyi ‘sol’ dan ‘re’ misalnya. Atau yang hari ini mengerti sampai tanda FINE, pertemuan berikut latihan diulang dari judul.
Apakah mereka bodoh?
Saya kira tidak. Mereka cuma salah belajar di masa kecil: langsung belajar ‘cara mudah’ tanpa menginternalisasi konsep, apalagi jika diajar oleh yang kemampuannya nyaris setara anak didik meski posisinya adalah pembagi ilmu.
Ini mungkin penjelasan terbaik yang bisa saya berikan untuk pertanyaan ‘Kenapa saya tidak tahu baca not?’
Tapi kalau pertanyaannya ‘bagaimana saya bisa baca not?’ Jawabannya cuma satu: latihan! Gunakan berbagai pendekatan agar menemukan cara termudah memahami not, apalagi pakai sistem Double D yg memang termudah di antara yg mudah. Asal fokusnya satu: memahami dan menguasai.
Ini macam Omnibus Law yang dulu sempat heboh dan kemarin pas Hari Buruh diungkit lagi. Mencoba memahaminya lewat ‘jembatan keledai’ berupa potongan-potongan info entah dari pihak pro entah pihak penentang lalu langsung memposisikan diri di satu sisi, sebenarnya tidak ada pemahaman di sana. Sama seperti belajar not sistem Double D setengah-setengah lalu bilang lagunya sulit atau malah menganggap remeh lagu, padahal saat tampil, musik main di G dia nyanyi di Bes, tapi yg disalahkan pemusik.