Daku begitu menikmati suasana tarwih pertama di Ramadan kali ini. Tidak hanya soal AC yang sudah terpasang di masjid, tapi rasa-rasanya daku harus beribadah lebih baik dari bulan Ramadan sebelumnya.
Salat harusnya bisa lebih khusyuk. Puasa kadarnya harus lebih meningkat. Bahkan kalau perlu doanya harus lebih banyak dan panjang. Supaya apa? Ya, minimal buat tabungan di akherat.
Minimal jadi saksi bahwa ridonya Allah sungguh begitu didamba, meski ibadahnya masih tergolong ibadah dari seorang hamba amatiran. Namun harapan itu seketika buyar ketika Imam masjid memberi sambutan sebelum salat tarwih dimulai.
“Semoga kejadian sandal baru yang datang melangkah ke masjid tidak lagi berganti sandal tua setelah pulang dari masjid,” kata pak Imam. Wah… Tentu saja ini bukan soal sandal yang jadi orientasi pesan dari sang Imam.
Sandal hanya merupakan media kata, bahwa masih ada orang yang tega menukar sandal jeleknya dengan sandal bagus milik orang lain. Memang ini bukan kejahatan, sistematis, terencana dan terkesan masif. Tapi tidak juga dapat dinilai sebagai persoalan sepele.
Mengingat peristiwa tertukarnya sandal di masjid jangan-jangan menjadi pintu awal dari pasal yang lebih serius. Jika ke masjid tidak hanya berniat buat salat tarwih berjamaah, tapi ikut mencanangkan program; jika pulang-harus menukar sandal yang lebih bagus terlebih dahulu.
Meski hal itu masih jauh lebih baik dibandingkan dengan orang yang sengaja tidak memakai sandal ke masjid, tapi ketika pulang, ia lantas sudah memakai sandal baru.
Tapi itu pun masih jauh lebih baik, ketimbang sandal yang sama sekali belum pernah terlihat di masjid.
Sandal yang kembali mengingatkan kisah agung Bilal bin Rabah. Muazin mulia kesayangan baginda Rasulullah SAW yang bunyi terompah atau sandalnya sudah terdengar lebih dulu di surga. Kabar itu tak hanya didengar dari pengakuan Rasulullah SAW, tapi ikut memastikan derajat kemulian Bilal di sisi-Nya.
Daku mulai khawatir, jika sandal yang terlihat lusuh, tua dan dekil yang sengaja ditukar, justru menjadi perlambangan dari sandal kemuliaan milik Bilal bin Rabah di surga kelak. Jika itu terjadi, betapa bahagianya orang yang sandalnya sering tertukar di masjid.
Abdul Muttalib : Pecinta Perkutut, tinggal di Tinambung.