SIAPA YANG SALAH ?

Gambar : Google.com

KALIMAT ini sering kita dengar bukan? saking seringnya menjadi viral dan selalu melintas diberanda media sosial, dengan dilengkapi gambar maupun video peristiwa yang dapat menggelitik perut kita. Meskipun kalimat tersebut agak sulit digunakan dalam menginterprestasikan sebuah kejadian atau peristiwa untuk diketahui kebenaranya. Namun, kalimat tersebut cukup menghibur.

Ya kira – kira pengantarnya begitu saja tidak perlu diperpanjang. Kenapa ?, mulai bingung ya dengan lead atau teras tulisan yang mungkin pembaca mulai menyebut pembahasan tak jelas dan tak bermanfaat. Siapa yang salah ?

Dah ya, jangan emosi Intronya cukup, kita mulai saja, mengambil kalimat dari judul diatas kita tarik dalam peristiwa asmara saja. Ini mungkin terdengar ringan untuk dibahas namun sesungguhnya cukup berat untuk mengurainya. Karena dalam asmara rada rumit, baik mengawali hingga akhir dan bisa saja tak berujung. Iya ngga?.

Hayo…siapa yang memiliki pengalaman asmara tapi tidak tahu endingnya. Apakah happy ending atau sebaliknya, ya meskipun happy ending juga itu ditempuh dengan berbagai masalah. Nah kan, happy ending saja bermasalah, apalagi tidak happy ending, lebih bermasalah. Terus siapa yang salah ?

Bicara tentang asmara memang rada unik, untuk menalar kebenaran itu saja membingungkan, apakah menggunakan logika atau kata hati. Mana yang akan kita dahulukan untuk menyikapi sebuah persoalan dalam hubungan asmara, logika atau kata hati ?

Serius saya bertanya, jangan berharap diberi penjelasan, pikir saja sendiri, karena saya juga bingung, mungkin yang kita alami sama, tapi bentuk menyikapinya yang berbeda, makanya tidak ada solusi yang ditawarkan. Penyelesaian bergantung pada suasana hati dan pengendalian perasaan serta pikiran.

Sebelum terlalu jauh membahasnya, apa yang pertama kali anda pikirkan ketika saat mulai mengenal atau merasakan asmara, tentu salah satunya harapan atau ekspektasi bukan?

Emang boleh berharap kepada seseorang yang kita sukai ? Ayo jawab…..

Berharap kepada seseorang yang kita sukai untuk menjadi seperti yang kita harapkan. Apakah itu salah, tapi kalau tidak sesuai ekspektasi tentu berujung kecewa dong, terus siapa yang salah? Apa ia, kita tak boleh berharap kepada seseorang yang kita sukai, setidaknya dia bisa menyenangkan hati dengan memberi perubahan seperti yang kita inginkan, ya kan tujuannya baik. Namun, kenapa masih saja harapan itu menjadi pemicu pertengkaran dan berujung perpisahan. Lantas apa yang tepat untuk diharapkan agar kenyamanan dan kebahagiaan itu tercipta?

Tuh kan mengurai persoalan asmara cukup ruwet, jadi bingung sendiri dalam menata kata dan kalimat yang baik untuk cukup dimengerti, itulah asmara terasa ringan namun berat. Ya sudah kita coba sederhanakan untuk menjawab pertanyaan diatas.

Menaruh harapan itu wajar kepada seseorag yag kita sukai tetapi harus realistis. Namun, tidak semua orang mampu menggunakan logikanya dengan baik dalam hal mengelola perasaan asmaranya. Apalagi sudah dibutakan oleh cinta, semua jadi merem melek dan berujung khilaf. Ini sekedar saran saja semoga cukup membantu dalam mengelola perasaan, sehingga dapat mengurangi kekecewaan yang berujung saling menyalahkan.

1.Berhenti berharap pasanganmu menjadi sosok yang sempurna

Siapa sih yang tidak menginginkan sosok yang kita sukai itu tampil sempurna. Jika harapan ini ada pada kalian siap – siap saja merasakan kekecewaan, meskipun manusia menjadi makhluk yang istimewa tapi tak luput dari banyaknya kekurangan yang melekat. Jika harapan ini masih anda tuntut dari pasanganmu, menandakan anda memiliki ekspektasi yang tinggi, maka segera sederhanakan yang lebih realistis.

2. Berharap jadi priioritas

Nah ini lebih aneh lagi ingin menjadi sosok yang utama dalam kehidupan seseorang yang kita sukai. Dalam perjalanan seseorang tidak hanya disibukkan mengurusi asmara, meakipun itu menjadi penyemangat tapi bisa jadi beban jika tidak dikondisikan. Banyak hal rutinitas yang harus dijalani sebagi bentuk tanggung jawab, baik dalam keluarga, karir, pendidikan dan lainya. Jika sikap ini juga yang menjadi tuntutan, menandakan kita memiliki sikap yang egois.

3. Menuntutnya untuk membuatmu selalu bahagia

Tanda selanjutnya bahwa kamu terlalu berekspetasi tinggi pada pasangan adalah terlalu menuntutnya untuk membuatmu selalu bahagia. Ingat, dalam hubungan tak ada isinya kalau cuma senang saja. Pasti ada satu masa kalian mengalami masalah, bertengkar, ribut kecil, dan lainnya. Hal itu sangatlah wajar, maka kamu harus bisa memahaminya. Memang, tak ada pasangan yang ingin melihat pujaan hatinya kecewa. Pasti ingin membuatnya selalu bahagia. Namun, kita adalah manusia biasa yang rentan mengecewakan dan dikecewakan. Jadi, janganlah menuntut dia untuk selalu membahagiakanmu.

4. Kamu berharap dia akan selalu ada

Selain tiga poin di atas, tanda selanjutnya bahwa kamu terlalu berekspetasi tinggi, yaitu berharap dia akan selalu ada untukmu. Dalam hubungan pasti ingin dia selalu ada untuk hidup kita. Namun kamu sering lupa, jika tidak selamanya kalian bakal sama-sama terus. Tak selamanya dia bakal ada di sampingmu. Kadang seseorang itu cuma datang sebentar, tak bermaksud menetap dan tetap. Apalagi kalau kalian masih tahap pacaran, kamu bisa mengurangi untuk berekspetasi terlalu tinggi. Sebab, kalau pada akhirnya gak bersama bakal kecewa sendiri, kan?

5. Berharap tidak dikecewakan

Wajar saja kalau kamu berharap pasangan gak akan membuatmu kecewa. Sebab, semua orang pasti ingin menjalani hubungan secara baik-baik. Namun, kita tak tahu kedepannya hubungan ini akan seperti apa. Orang yang kamu percaya bisa saja berkhianat, menebar janji yang belum tentu ditepati, hingga bisa menjadi musuh padahal ia sangat kamu puja. Maka dari itu sewajarnya saja, ya. Sebab, setiap orang punya potensi untuk mengecewakan, meski tidak selalu. Memiliki ekspetasi dan harapan itu gak salah, tapi sewajarnya saja. Sebab, terlalu berharap besar pada manusia bisa membuat kamu menelan kecewa.

6. Sandarkan harapanmu kepada Tuhan

Aku sudah pernah merasakan semua kepahitan dalam hidup. Dan yang paling pahit adalah berharap kepada manusia. (Ali Bin Abi Thalib).

Sudah dapat dipastikan akan menuai kekecewaan jika harapan itu kita sandarkan ke manusia, jika tidak sesuai ekspektasi. Karena bias dari kekecewaan dari hubungan asmara itu juga fatal, kalau tidak dapat mengelola perasaan dengan baik yang ada emosi yang tak terbendung dan sudah banyak contoh kasus di sekeliling kita.

Dengan banyaknya peristiwa dan tragedi asmara, lantas siapa yang salah? Ekspektasi yang terlalu tinggi menjadi pemicu masalah, apalagi kita hidup atau meniru pada ekapektasinya orang, kita ingin merasakan seperti yang orang rasakan dan miliki. Bersyukurlah terhadap pasanganmu saat ini, jangan mencari kesempurnaan lain tetapi sempurnakan dengan kelebihanmu.