BELAJAR MENJADI MANUSIA

Gambar : rumahfilsafat.com

Untuk beberapa orang hidup adalah tumpukan skenario yang menjemukan, plot-plot twist yang sering kali muncul tidak jarang mengecewakan. Dan beberapa orang merasa berat menjalani itu.

Menurut mereka hidup ini sungguh semrawut, tapi yah.. beruntungmya selalu ada hal remeh yang menyenangkan disela-sela “kesemrawutannya” itu. Coretan – coretan rancu misalnya. Menyanyi dengan suara yang buruk.

Atau scroll media sosial, atau hal konyol lainnya. Karena tidak semua orang punya partner untuk bercerita atau menghabiskan waktu bersama.

Toh jalani saja hidup, mungkin beberapa orang merasa bahwa bukan hidup seperti ini yang mereka inginkan, lalu ia menolak bersosialisasi, mengurung diri, menutup hati. ia memilih sendiri. Untuk orang-orang demikian jalani saja hidup ini belajar menjadi manusia seutuhnya.

Mungkin bagi mereka hidup dalam kesendirian bisa mengurangi resiko dikecewakan oleh ekspektasi, dan itu tidak salah.

Hidup sendiri juga tidak perlu menuntut kita untuk menjaga penilaian orang lain terhadap pribadi kita. Itu tidak salah. Tapi kita mahluk sosial, munafik bila mengatakan tidak membutuhkan orang lain.

Jangan terlalu menyalahkan atau takut kepada keadaan, semesta sudah berjalan semestinya hanya kita saja yang bermasalah pada diri kita, pada pikiran kita.

Tanpa kita sadari kita sudah seperti raga tanpa jiwa karena ego kita sendiri, dan seringkali kita malah merasa seolah jadi korban.

Sekali lagi, semesta sudah berjalan semestinya kita korban dari ego dan ekspetasi kita sendiri permasalahannya ada pada diri kita sendiri. Mengutip dari kata Fahrudin faiz, “Masalah diciptakan lalu berpayah peluh diselesaikan, kekhilafan diniatkan, lalu bertangis pilu disesalkan.”

Demikianlah kita manusia. Yang dapat kita lakukan adalah menerima. Kita hanya manusia wajar jika kita salah, terima, hadapi, dan jalani. Perbaiki jika bisa, Karena tentu saja ada hal-hal yang tidak mampu kita perbaiki sebagai manusia. Lalu kembali kepada tujuan kita sebenarnya. Dia.

Kehilangan Dia sama halnya kehilangan tujuan. Kehilangan dunia dan keduniawiannya sama halnya kehilangan tempat untuk mengumpulkan bekal. Jadi berhenti jadi mayat hidup dan Jadilah manusia seutuhnya.

Terlepas dari benar dan salahnya, kelalaian ataupun kekhilafan. Itulah rangkaian proses manusia menjadi manusia versi diri kita sendiri. Tidak ada yang sempurna. Bahkan istighfar kita pun seringkali masih butuh diistighfarkan. Lantas dengan alasan apa kita meminta kesempurnaan?

Ayo belajar jadi manusia, jangan mengurung diri dalam ruang gelap yang kamu ciptakan sendiri dalam kepalamu. Memang tidak mudah, tapi perlahan pasti bisa. Coba saja dulu, jangan berhenti mencoba, cari apa sekiranya yang bisa menimbulkan gairahmu. Dan pastikan hal itu sesuatu yang bersifat positif.

Dengan menjadi manusia seutuhnya perlahan kita juga akan berproses menjadi hamba.