KEBAIKAN HATI MERUPAKAN TIRAKAT AMPUH

Gambar : Google.com

Tidak terasa kita akan memasuki bulan suci ramadhan 1445 H, bulan yang penuh keistimewaan bagi umat muslim. Mengapa demikian? karena bulan ramadhan menjadi bulan penuh keberkahan dan bulan pengampunan bagi seorang hamba untuk kembali ke fitrahnya.

Namun, tak jarang bulan ramadhan ini hanya dijadikan bulan menahan hawa nafsu, lapar, haus dan juga perayaan seremonial belaka bagi umat islam.

Tentu sebagai umat islam yang beriman, tidak akan menjadikan bulan ramadhan hanya sekedar ibadah musiman yang sekejap berlalu tanpa meninggalkan pesan dan pelajaran kehidupan untuk menjadikan kita sebagai insan yang baik, dapat jauh lebih baik lagi.

Berkaitan dengan momentum ramadhan ini, penulis mencoba mengurai sedikit tentang ketakwaan dan bagaimana untuk istiqomah.

Mendengar kata ketakwaan, tentu kita hampir bosan karena dalam beberapa kesempatan kita selalu diingatkan bahkan diajak untuk selalu meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT, melalui mimbar – mimbar dakwah.

Meski sering mendengar bahkan menjalankan perintah yang dapat meningkatkan ketakwaan kepada Sang pencipta, tetapi terkadang juga kita bertanya dalam hati, apa itu takwa ?.

Hal ini mengingatkan sebuah kisah di saat para sahabat menanyakan arti takwa kepada Nabi Muhammad SAW, beliau mengumpamakan takwa kita sedang berjalan di tengah kegegelapan tanpa ada cahaya, dan untuk mencapai tujuan dibutuhkan kehati-hatian melangkah, agar tidak terjatuh.

Dari situ, takwa juga bisa diartikan sebagai bentuk kehati-hatian seorang hamba dalam menjalankan proses kehidupan agar tetap mendapat keselamatan dan ridho Allah SWT.

Tentu bukan hal mudah dalam proses menjalankan dan meningkatkan takwa kepada Allah SWT, dibutuhkan kesungguhan atau istiqomah karena seiring ketakwaan ditingkatkan bersamaan pula ujian dan godaan itu datang.

Di sinilah seorang hamba dinilai dalam kesanggupanya menjalani proses menepati janjinya kepada sang pencipta, bahwa keimananya tak akan goyah meski diterpa berbagai ujian kehidupan.

Untuk menjadi takwa, tidak perlu meniru atau ingin menjadi seperti orang lain yang sangat tekun dalam beribadah, karena kemampuan atau tingkat keimanan seseorang sudah diatur berdasarkan kualitas kemampuan masing-masing.

Meski manusia tempatnya salah, Allah masih memberi karunia-Nya dengan penuh kasih sayang, Ia membuka pintu pengampunan bagi setiap hamba yang ingin memperbaiki kualitas ketakwaan dan keimanannya.

Namun, disisi yang sama meniru atau ingin seperti orang lain tidaklah salah, bisa dijadikan motivasi diri untuk lebih baik, tetapi tidak memaksakan sesuatu yang diluar batas kemampuan.

Menyambung hal diatas, ada istilah riyadhoh atau yang biasa dikenal dengan kata tirakat. Tirakat merupakan sebuah tindakan spiritual yang biasa dilakukan seseorang untuk mencapai sesuatu yang diinginkan.

Berdasarkan kutipan, Kata “tirakat” merupakan penjawaan dari kata bahasa Arab, yakni thariqah yang bermakna jalan atau jalan yang dilalui.

Tirakat memang kerap digunakan pada suatu tradisi masyarakat tertentu, tapi istilah ini lebih sering ditemukan dan digunakan di kalangan pesantren, khususnya pesantren salaf atau tradisional.

Lalu apa hubunganya tirakat dengan ketakwaan?

Jika kita perhatikan dikalangan pesantren, para kiyai dalam membina para santrinya tidak akan memaksakan sama sesuatu yang berbeda.

Kyai paham kapasitas dan kemampuan para santrinya. Dan tirakat ini juga dianggap ampuh oleh para santri untuk mencapai sebuah tujuan atau hajat.

Namun, dalam kesempatan ini penulis tidak akan mengulas lebih dalam tentang makna tirakat, tetapi untuk menuju kebaikan, dibutuhkan suatu tirakat.

Dengan tirakat, pada akhirnya Allah akan menurunkan berkahnya dan mengangkat derajat bagi orang yang menjalankanya, hanya saja dibutuhkan istiqomah dalam melaksanakanya.

Karena banyak cara menuju kebaikan sebagai bentuk takwa, dan tidak perlu memaksakan berpuasa kalau tidak mampu untuk berpuasa, tidak juga harus memaksakan berhaji kalau tidak mampu berhaji, tidak diwajibkan bersedakah banyak kalau mampunya sedikit, tidak juga harus memaksakan sholat tahajjud kalau tidak mampu bangun tengah malam.

Tetapi tirakat yang ampuh, yaitu tirakat memiliki hati yang baik, karena akan menjadi sia – sia berpuasa tetapi hati busuk selalu bercerita keburukan orang lain, untuk apa jauh – jauh berhaji, tetapi memiliki hati yang buruk dan merendahkan orang lain.

Maka tirakat yang baik adalah memiliki hati baik, ingin derajat anak diangkat, tentu sebagai orang tua harus memiliki hati yang baik pula, karena sudah banyak muslim melakukan haji, puasa tak putus, lima waktu tidak ditinggalkan, tetapi untuk menjaga hatinya untuk tetap baik kepada sesama dan prasangkanya kepada sang pencipta tidak dijaga denga baik. Ketika ditimpa ujian, karena semakin tinggi tirakat yang dijalankan semakin berat pula ujianya.

Sehingga di momentum ramadhan kali ini, perlu merefleksi diri untuk kembali ke fitrah kita dengan menata hati agar selalu baik dalam berprasangka, menjaga lisan agar tak menyakiti orang lain, dan percayalah dengan hati yang baik juga memiliki kesempatan yang sama diberikan tempat terbaik oleh Allah SWT.

Untuk bertakwa tidak perlu mahal, menunggu kaya atau menunggu mampu, beribadahlah semampunya dengan hati yang dipenuhi kedamaian dan ketenangan.