Gambar : Pixabay

Di sebuah lahan pertanian di bawah gunung yang sejuk hidup beberapa hewan ternak dan unggas.

Mereka hidup rukun saling membantu juga saling berbagi tidak hanya dengan sesama hewan tetapi juga dengan manusia si empunya pertanian dan keluarganya.

Suatu saat si sapi betina bunting. Beberapa bulan kemudian lahirlah seekor anak sapi. Semua menyambutnya senang. Lain waktu berganti kambing betina yang bunting.

Beberapa bulan kemudian kambing tersebut melahirkan 2 anak kambing. Satu berwarna putih seperti induknya yang betina satunya berwarna hitam seperti jantannya.

Walaupun salah satu anaknya menjadi kambing hitam, tetapi kelahiran itu disambut dengan sukacita bukan saja oleh pasangan bapak ibu kambing tapi sapi, ayam dan seluruh penghuni pertanian itu. Semuanya bergembira. Begitu pun petani dan keluarganya. Mereka sangat senang.

Di lain waktu giliran ayam yang melahirkan. Tapi yang ini beda. Seluruh warga pertanian heboh.

Pertama, karena tidak ada yang tahu sejak kapan si ayam betina bunting. Kok tiba-tiba melahirkan? Kedua karena si ayam bikin heboh dengan suaranya. Kok.. Kok.. Kok.. koteek.. keras sekali. Ketiga beda dengan anak sapi dan anak kambing yang mirip dengan induknya. Anak ayam keluar tanpa tangan, tanpa kaki, tanpa sayap, bahkan tanpa kepala. Bentuknya bulat. Sungguh aneh

Keesokan harinya keributan terjadi lagi. Ayam kembali panik. Si ayam bertelur lagi. Seisi lahan pertanian ikut prihatin dengan apa yang menimpa si ayam betina.

Semua datang menjenguk. Juga telur-telurnya. Mereka memberi semangat sekaligus berbagi empati. Kejadian itu berlangsung sampai hari ke-10. Sekarang ada 10 telur di sarangnya.

Meski terhibur dengan kunjungan teman-temannya. Namun perasaan induk ayam tak bisa berbohong. Dia amat sedih. Mengapa anak sapi lahir mirip induknya demikian juga dengan anak kambing lahir juga mirip induknya. Sedangkan anaknya tidak ada yang mirip satu pun dengannya.

Hatinya berontak.

Siang-malam dia pandangi bulatan-bulatan itu, bagaimanapun mereka anak yang tidak berdosa. Rasa sayangnya sebagai induk ayam muncul berlahan-lahan. Makin lama makin sayang.

Siang-malam telur-telur tadi dipeluknya. Dinginnya cuaca di malam hari dan gerahnya siang tidak dia rasakan. Ketika semua sibuk dengan urusan masing-masing si induk ayam larut dalam hening.

Siang-malam induk ayam merengkuh telur-telur itu dengan sepenuh hati. Pujian dan doa-doa tiada henti dipanjatkan. Dia erami telur-telurnya dengan segenap perasaan.

Suatu pagi di antara rasa lelah, letih, lesu dan lapar. Setelah beberapa hari kurang makan juga kurang tidur. Di antara sadar dan tidak ada sesuatu yang bergerak-gerak di dekat kakinya.

Betapa terkejutnya induk ayam ketika makhluk kecil yang bergerak-gerak itu ternyata punya dua cakar. Punya paruh di kepalanya. Punya dua sayap dan berbulu.

Dia meloncat kaget.Dipandanginya semua telur yang ternyata satu-persatu pecah. Dan keluarlah makhluk kecil yang mirip dirinya.

Tuhan telah mengabulkan doanya. Anaknya sekarang mirip dengan dirinya. Usahanya tidak sia-sia. Walaupun harus bertarung nyawa.

Anak ayam itu tumbuh dengan cepat. Sebagian betina seperti dirinya. Sebagian lagi jantan seperti bapaknya. Semua tumbuh sehat dan pintar. semua pihak mengakui nya tak terkecuali manusia.

Demikianlah untuk menyebut manusia yang hebat. Manusia perkasa. Ada yang menganalogikan manusia itu dengan ayam jantan. Mereka menyebutnya: ayam jago atau jagoan.

Tapi sehebat-hebatnya jagoan, ia tak boleh lupa, ada yang lebih hebat dari dirinya. Dia yang melahirkan dan membesarkannya yaitu ibunya.