Di Jakarta terjadi demonstrasi. Massa yang semula mendatangi gedung parlemen beralih menuju Istana Presiden untuk mengajukan tuntutan.
Mereka menuntut pembubaran parlemen dan menggantinya dengan parlemen baru.
Pemicunya adalah terlalu jauhnya campur tangan kaum politisi terhadap masalah intern Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI).
Demonstrasi ini dirancang Markas Besar Angkatan Darat. Penggagasnya dua orang: Letnan Kolonel Sutoko dan Letnan Kolonel S. Parman.
Pelaksanaannya diorganisir juga dua orang: Kepala Kedokteran Gigi Angkatan Darat dan Perwira Penghubung Presiden: Kolonel dr. Mustopo, dan pelaksana yang seorang lagi, Komandan Garnisun Jakarta, Letnan Kolonel Kemal Idris.
Dengan menggunakan kendaraan truk militer, Seksi Intel Divisi Siliwangi mengerahkan massa dari luar ibu kota. Dan waktu yang sama di Lapangan Merdeka muncul pula Pasukan Tank di tamani beberapa pucuk meriam.
Tercatat hari itu, 17 Oktober 1952.
Kemal ldris bergegas menemui anak buahnya yang berjaga-jaga di lapangan merdeka menunggu instruksi.
Di tempat lain Abdul Haris Nasution dengan wajah tegang menghadap Presiden Soekarno. Di tangannya terdapat petisi menuntut pembubaran parlemen.
Mengetahu isi petisi Bung Karno berang, katanya “jangan sekali-kali mengancam Bapak Republik”.
Di luar keadaan semakin memanas, massa kian memadati lapangan merdeka, para demonstran terus meneriakkan yel-yel pembubaran parlemen dan segera melaksanakan Pemilu.
Sementara tidak jauh dari situ pasukan yang dipimpin Kemal ldris mulai mengarahkan moncong meriam ke arah Istana.
Dirunut kebelakang ini berawal dari rencana rasionalisasi Angkatan Darat oleh para pimpinan AD (Nasution, HB IX dan Alex Kawilarang) yang merupakan lulusan akademi militer Belanda. Ide rasionalisasi ini ditentang oleh para tentara yang merupakan hasil bentukan PETA.
Kolonel Bambang Soepeno yang mewakili para perwira rendahan bahkan sampai menemui Bung Karno untuk menentang ide Nasution.
Protes Bambang Soepeno ditanggapi oleh parlemen dengan mengeluarkan mosi yang membuat berang Angkatan Darat.
Dari situlah semua berawal, percobaan setengah kudeta di tahun 1952 yang membuat Nasution sementara terdepak dari jabatan KSAD. Apalagi ternyata pembicaraan Nasution beredar luas.
Adalah BISAP (Biro Informasi Staf Angkatan Perang) yang membuat hasil analisis atas transkrip dialog Bung Karno dan Nasution ketika itu.
Kebocoran yang sangat merugikan Nasution. Kolonel Zulkifli Lubis pimpinan BISAP saat itu tidak berkomentar.
Apakah itu sengaja dibocorkan, mengingat Lubis juga hasil didikan Jepang yang berlawanan dengan Nasution.
Apapun itu pertentangan dalam tubuh Angkatan Darat membawa konsekuensi tersendiri dan kelak memicu gerakan separatis bersenjata.