Satu Doa Menusuk Hati Tembus ke Jantung

Gambar : Alif.id

SIAPA sih yang tidak ingin perjalanan hidupnya selalu diberi kemudahan dan keselamatan, pasti semua orang menginginkan hal itu. Namun realitanya perjalanan tak semudah yang dibayangkan atau direncanakan.

Hidup itu seperti garis yang naik turun, jika kita mengalami proses hidup naik turun menandakan hidup itu normal. Karena proses hidup ya seperti itu kadang kita berada diatas kadang pula berada diposisi bawah.
Sangat sulit untuk ditebak atau dirasionalkan dengan logika, karena kehidupan ini penuh dengan misteri yang sulit untuk dijangkau dengan nalar.

Nah bagaimana jika proses hidup kita seperti garis lurus, ini yang harus dihindari karena ini garis stagnan atau bisa disebut garis kematian. Iya garis kematian. Coba lihat di patient monitor alat yang digunakan diruangan Unit Gawat Darurat (UGD) didalam monitor itu diperlihatkan beragam kondisi aktifitas organ tubuh, termasuk garis yang naik turun sebagai petanda seseorang masih hidup. Jika garisnya lurus tentu orang itu telah menemui ajalnya bukan?

Tentu kita tidak inginkan proses yang telah ditata dengan sedemikian rupa hanya membuahkan hasil yang tidak maksimal atau stagnan (berjalan ditempat) atau tidak bermanfaat, pasti yang diinginkan kehidupan kita dalam kondisi yang amat baik.

Lantas bagaimana cara kita untuk menjaganya dengan keterbatasan kita selaku manusia?.

Selaku penulis dengan penuh keterbatasan meyakini bahwa dalam kondisi apapun yang kita rasakan selalu ada kebaikan, karena tidak selamanya hari itu baik, tetapi setiap hari selalu ada kebaikan didalamnya. Karena kita yakini, apapun yang dilakukan dan dirasakan manusia selalu ada keterlibatan Tuhan.

Artinya apa?

sekuat apapun upaya kita dalam mewujudkan sebuah harapan, jangan pernah lupa untuk mengangkat kedua tangan bermohon melalui doa kepada Tuhan yang menghendaki segala sesuatu yang dibutuhkan ciptaannya. Karena hanya kepada Tuhan kita menyandarkan segala harapan.

Ulasan diatas hanya sekedar pengantar saja, penulis kali ini ingin menceritakan sedikit pengalaman nyata namun menyimpan banyak makna yang sampai mengetuk hati kecil dan membuka kembali cara berfikir tentang sebuah permohonan.

Tepatnya pada awal bulan April Tahun 2021 lalu, ketika saya berdua bersama seorang teman pulang dari Kabupaten Bone singgah di Masjid Nurut Taubah, Kecamatan Campalagian, Kabupaten Polewali Mandar (Polman).

Kami singgah karena sudah diniatkan sebelum berangkat dari rumah tetapi terlupakan, nanti kami lewati masjid itu baru kami menyadari bahwa kami ingin singgah sejenak.

Tentu diketahui bersama khususnya untuk wilayah Sulawesi Barat, bahwa Masjid Nurut Taubah menjadi salah satu destinasi religi dan tempat itu sudah cukup terkenal di Nusantara, tak sedikit orang yang bertandang ke Kabupaten Polman pasti menyempatkan untuk berkunjung ke Masjid yang dikenal juga dengan sebutan Masjid K.H.Muhammad Thahir atau Imam Lapeo untuk menjemput keberkahan.

K.H.Muhammad Thahir atau Imam Lapeo yang dimakamkan di dalam areal masjid itu, diakui memiliki karomah kewalian yang luar biasa selama masa hidupnya, bahkan menurut cerita-cerita masyarakat dan keluarga beliau karomanya tetap masih bisa dirasakan hingga saat ini, sehingga Masjid Imam Lapeo tak pernah sepi dari pengunjung.

Penulis tidak mengulas secara detail terkait karomah kewalian Imam Lapeo, namun diakui banyak masyarakat yang selalu ziarah ke makam beliau dengan tujuan yang sama untuk mendapat keberkahan dunia maupun diakhirat kelak.

Tak hanya berziarah masyarakat yang berkunjung pun merogok isi dompetnya untuk menyumbang dikotak amal yang sudah disediakan di dalam maupun diluar masjid tersebut.

Hemat penulis, ketika kami singgah saat itu kira-kira jam 9 malam, setelah selesai memasukkan sumbangan ke kotak amal, tiba-tiba suatu hal yang saya tidak sangka keluar dari mulut kawan saya ini, dia mengatakan begini “Saya tidak pernah melewatkan untuk singgah disini untuk memanjatkan satu doa, yaitu memohon keberkahan dari Imam Lapeo agar Allah berkenan memberikan saya kesalamatan, Itu ji doaku tidak ada yang lain”.

Sontak saya terkaget dan dibuat terdiam sejenak, seakan kalimat itu menusuk hati saya tembus ke jantung, tanpa bertanya kawan saya ini mejelaskan tentang kehidupanya dimasa lalu sebagai pendosa yang aktifitasnya hanya diwarnai kegelapan, dengan badan yang diwarnai dengan beberapa gambar tatto dan bekas luka sajam, ya sedikit banyaknya saya mengetahui perjalananya hingga sampai saat ini yang perlahan mengarah hidupnya jauh lebih baik.

Tidak sampai disitu saja, kawan saya kembali mengungkapkan dengan hanya satu doa, yaitu bermohon keselamatan namun doa itu bisa menjaga kita dari banyak hal, baik dari keselamatan di dunia, maupun diakhirat kelak, seperti selamat dalam perjalanan, selamat dalam pekerjaan, selamat dari berbagai bentuk mara bahaya dan masih banyak lagi.

Sebagai seorang yang beriman apa yang disampaikan itu rasional, benar adanya dan secara pribadi saya meyakini itu, sekaligus membuat diri saya malu sendiri mendengar penjelasan dari kawan saya itu yang memiliki masa lalu kelam.

Bagaimana tidak, usia saya dengan teman saya itu berbeda belasan tahun, saya masih tergolong diusia yang masih muda 32 tahun namun dalam setiap bermunajad terlalu banyak permintaan yang diajukan ke Tuhan.

Disisi lain, tidak secara langsung menampar muka karena banyak meminta ke Tuhan tapi lupa akan bersyukur.

Andaikan Tuhan meminta balik secara langsung kepada kita, untuk taat dalam segala perintahnya dan tak lalai sedikit pun, apakah kita akan menyanggupinya?, Sementara rintihan keluhan keluar dari dalam diri yang enggan menerima kondisi tak mengenakkan hanya menerima ketika berada diposisi atas atau kondisi baik saja. Inikan tidak adil, tetapi itulah Tuhan dari segala sifatnya yang maha sempurna, maha mengampuni dan maha menyayangi.

Jadi berdasarkan kisah yang kecil ini, penulis ingin menyampaikan pesan moral dari kisah diatas yang dapat diambil sebuah pelajaran berharga terkhusus bagi penulis itu sendiri, bahwa sampai kapanpun dengan rumus apapun yang digunakan untuk membandingkan seluruh amal ibadah kita tidak akan mampu menyamai satu kenikmatan saja yang tuhan berikan kepada kita.

Maka pentingnya menyukuri segala nikmat dan karunia yang Tuhan berikan meski dalam kondisi apapun. Apalagi para pemuda pemudi yang usianya masih cukup produktif, gali dan gunakan seluruh potensi diri untuk dipergunakan demi kemaslahatan orang banyak, kurangi permohonan perbanyak tindak nyata karena Tuhan mengabulkan apa yang engkau butuhkan bukan yang engkau diinginkan. (*)