Penundaan keberangkatan haji tahun ini menuai berbagai respon. Ada yang menyikapi dengan mengaitkan kegagalan diplomasi, ada pula yang menyoroti dana haji untuk investasi, bahkan ada yang menuding karena utang akomodasi. Tapi tak sedikit pula informasi yang menjelaskan dengan gamblang bahwa penundaan murni akibat pandemi.
Dalam konteks demokrasi, sebenarnya sah-sah saja bersuara. Tapi men-share hal yang tak berdasar dan jauh dari fakta jelas merupakan kejahatan. Apalagi dengan tujuan meresahkan dan menimbulkan kekacauan, jelas ini tak bisa dibenarkan.
Untuk itu, saya mencoba mendengar suara dari mereka, berbincang ringan dengan para calon jamaah haji yang tak jadi pergi ke Tanah Suci tahun ini.
Melalui pemberitahuan sebelumnya, saya sudah memiliki daftar orang yang bisa dimintai cerita. Kesemuanya berdomisili di Kabupaten Maros : Hukmawati calon jamaah haji Kecamatan Maros Baru, Amran bin Abd. Mukmin dan Dewi Yulianti keduanya berasal dari Kecamatan Turikale, serta Ali Mugni calon jamaah dari Kecamatan Bantimurung.
Pertama, pagi sekitar pukul 9 pagi saya bertandang ke rumah Hukmawati yang berada di sudut Pasar Lama Maros.
Mengucap salam, saya dipersilahkan masuk dan duduk sebelah kiri kursi hitam ruang tamu sederhananya. Kemudian Hukmawati duduk di kursi yang menghadap ke pintu rumah.
Saya mulai menjelaskan maksud kedatangan. Tapi tak lama kemudian, teh hangat dan kue tersaji di meja.
Sebelum menjawab beberapa pertanyaan, Hukmawati mempersilahkan saya untuk menikmati hidangan di meja. Menyeruput teh lalu saya mulai mendengarkan penuturan dari pertanyaan yang saya lontarkan pasca menjelaskan maksud kedatangan barusan.
Ikhlas, Masih Pandemi
Dengan pandangan mata yang tertuju ke pintu rumah, Hukmawati bercerita bahwa dirinya telah mendaftar untuk berangkat haji sejak tahun 2009. Dua kali gagal tak jadi berangkat, tak membuat dirinya berburuk sangka.
“Kalau dibilang sedih, tentu sedih. Tapi sebagai warga masyarakat, saya menyerahkan sepenuhnya keputusan kepada pemerintah”,tuturnya.
Tahun lalu keberangkatan Hukmawati ke Tanah Suci terkendala pandemi, dan sekarang pun demikian. Ia menerima keadaan dengan berbaik sangka.
“Kita sadari bahwa semua itu demi keselamatan jamaah”,kata perempuan yang dalam keseharian mengaku sebagai ibu rumah tangga dan menghabiskan hari bersama cucu-cucunya.
Sejatinya, Hukmawati telah mempersiapkan segalanya : barang dan pakaian, bahkan prosesi manasik secara virtual, Hukmawati juga telah mengikuti. Namun harapan tetap selalu ada dalam hatinya.
“Saya ikhlas menerima ini. Namun saya berharap semoga pandemi Covid cepat berakhir dan tahun depan saya sudah bisa berangkat haji”.
Hukmawati tak sendiri. Ali Mugni juga menyikapi dengan serupa.
“Itu semua sudah Qadarullah. Eloi diaga. Tania elotta. Na Tania ale ale ta. Makko maneng tau e”. Kira-kira terjemahan sederhananya begini, “mau diapa, bukan kemauan kita. Dan kita tidak sendiri, begitu semua”.
Amran, PNS Dinas Kesehatan yang sedianya akan berangkat menunaikan haji bersama sang istri juga mengutarakan hal yang sama.
Saya menemuinya berdasarkan janji di ruangan tempat kerjanya. Berbaju biru dengan mengenakan topi hitam, Amran bin Abd. Mukmin menuturkan pengakuan dengan penuh argumentasi.
“Bukan sebetulnya pembatalan, tapi penundaan keberangkatan jamaah haji berhubung karena adanya Covid yang selama ini fluktuatif data-data kasusnya”.
“Pemerintah sebenarnya sudah bagus dalam artian membuat regulasi tentang penundaan keberangkatan jamaah haji. Itu semua demi kita, kebaikan kita semua untuk menghindari lonjakan-lonjakan (kasus Covid)”,jelas Amran yang juga ketua rombongan calon jamaah haji Kecamatan Turikale.
Hoaks Berita Haji
Saya melanjutkan pertanyaan tentang berita yang tersebar tentang pemanfaatan dana haji.
Amran, dengan tatapan tertuju ke saya menyampaikan bahwa keikhlasan niat untuk berangkat haji tak mesti dinodai dengan tindakan yang macam-macam.
“Memang banyak persepsi yang berkembang terkait pembatalan keberangkatan jamaah haji tahun ini. Kita ikhlaskan saja, kita serahkan kepada pemerintah, karena yang berangkatkan kita ini kan, pemerintah. Kadang, banyak yang selalu mempertanyakan hal macam-macam. Kalau ikhlas ndak usah dipertanyakan lagi”.
Menurut pria yang telah mendaftar haji sejak 2009 ini menyampaikan, bahwa bukan urusan calon jamaah untuk mengurusi terkait berbagi isu miring.
“Kita perbaiki niat. Fokus mempersiapkan ibadah untuk ke Tanah Suci. Selebihnya kita serahkan kepada pemerintah saja. Situasi pandemi yang menyebabkan pembatalan keberangkatan ini, bukan karena hal lain”.
Saya melalui petugas terkait haji juga menghubungi ketua rombongan calon jamaah haji Kecamatan Bantimurung. Karena bertepatan waktunya untuk ke luar daerah, Ali Mugni hanya merespon pertanyaan saya terkait penundaan keberangkatan hajinya via chat WA.
Sikap Ali Mugni ini juga sejalan dengan sikap anggota rombongannya yang menyikapi berbagai isu yang berkembang di media dengan tegas. Menurutnya, justru pihak lain yang sering menyebarkan isu yang tidak benar.
“Banyak berita hoaks tentang haji, sehingga kita batal berangkat. Tapi sebenarnya yang berkoar-koar itu bukan jamaah haji”.
“Saya pribadi dan teman-teman rombongan tidak mau ambil pusing dengan semua isu itu. Itu semua hoaks. Yang jelas kita semua telah berniat dan pemerintah telah melakukan berbagai prosesnya”,tegasnya.
Sikap nyata tak termakan berita dan isu hoaks juga ditunjukkan oleh Dewi Yulianti yang juga pedagang Pasar Tramo Maros. Perempuan 33 tahun ini, sebenarnya telah mendaftar bersama sang suami tercinta. Tapi karena musibah, sang suami telah meninggal. Kini Dewi menanti keberangkatan untuk ibadah haji tanpa sang suami.
“Saya tidak mengambil uang setoran dan pelunasan haji saya. Karena niat saya juga ikut bersama dana yang saya setorkan. Kalau saya mengambilnya, berarti sama dengan saya menarik kembali niat suci saya”,katanya.
Berdasarkan data dari Bidang Haji dan Umroh Kemenag Kabupaten Maros, sampai saat ini belum ada CJH Kabupaten Maros yang menarik dana hajinya.
Meskipun begitu, dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 660 Tahun 2021, juga mengatur tentang prosedur permohonan pengembalian setoran pelunasan Biaya Perjalanan Setoran Haji (BIPIH) Reguler. Yakni dengan mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kemenag Kabupaten/kota dengan menyertakan : Bukti Setoran Lunas BIPIH, foto copy buku tabungan, dan foto copy e-KTP CJH terkait serta nomor telepon yang bisa dihubungi.
Mendengar suara mereka yang tak jadi pergi haji tahun ini, saya jadi membandingkan dengan mereka-mereka yang beranalisis dan berkoar-koar di media tentang dana haji dan sebagainya itu sebenarnya untuk apa ya? Tujuan mereka apa? Ah, kita berbaik sangka saja.