Jakarta – Asosiasi Penambang Tanah Pertiwi (ASPETI) berencana menggelar acara Launching dan FGD (Focus Group Discussion), “Kutukan Sumber Daya Alam” dengan mengambil topik meneroka (mengeksplor) mekanisme dokumen pertambangan (Analisa: Kasus Dokumen Terbang Merugikan negara 5,7 T), pada Kamis, 10 Agustus 2023, di Gedung Joeang 45, Menteng, Jakarta.
Acara yang akan dipandu oleh Niko Adrian ini akan dihadiri para pemangku kepentingan di bidang minerba dan sejumlah narasumber diantaranya: Rizal Kasli (Ketua Umum Perhapi), Yosef C.A Swamidharma (Perwakilan IAGI), Taruna Adji (Pelaku Usaha Tambang), Jeffisa Putra Amrullah (Pelaku Usaha Tambang) dan Arie Nobelta Kaban (Praktisi Hukum).
Seperti diketahui, Indonesia menjadi salah satu negara dengan produksi dan cadangan bahan tambang terbesar di dunia.
Berdasarkan data terbilang tahun 2014, Indonesia memiliki persediaan timah terbesar kedua di dunia, emas diurutan ke enam, dan panas bumi di puncak teratas.
Bertautan dengan hal tersebut pula negara ini menjadi penghasil nikel terbesar ketiga, bauksit diurutan ke dua, gas di posisi Sembilan.
Namun ada fenomena yang dikenal dengan istilah “Kutukan Sumber Daya Alam” bagi negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah ini.
Paradoks atau fenomena ironi ini menyatakan bahwa negara yang kaya akan sumber daya alam, terutama yang tak terbarukan seperti minyak dan hasil tambang, cenderung lebih lambat mengalami pertumbuhan ekonomi jika dibandingkan dengan negara yang memiliki keterbatasan sumber daya alam.
Menurut para ahli, beberapa sebab munculnya paradoks tersebut ialah karena ketergantungan yang tinggi terhadap harga komoditas, volatilitas nilai tukar mata uang dan harga barang di pasar global, lemahnya inovasi dan menurunnya daya saing sektor lain sebagai akibat ekstraksi SDA, serta timbulnya “natural resources corruption” oleh oknum-oknum tertentu yang dapat merugikan negara melalui modus operandi dari sistem yang kompleks.
Ketua Panitia Acara, Agung Setiabudi, menyampaikan FGD ini melibatkan para pemangku kepentingan di bidang minerba dengan tujuan agar ada kesepahaman bersama terkait aturan, kebijakan dan regulasi penambangan sehingga dapat berjalan sesuai dengan koridornya.
“Kami harap dari FGD ini semua pihak yang terlibat dapat memahami tupoksi baik di Kementerian ESDM, pelaku usaha tambang, penegak hukum, maupun masyarakat. Selain itu, adanya jaminan keberlangsungan kegiatan pertambangan berdasarkan amanat konstitusi sesuai pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945,” ujar Agung dalam keterangan tertulisnya.
Sementara itu, Ketua ASPETI Andi Moch Adim, menjelaskan FGD ini diselenggarakan agar para pemangku kepentingan dapat mendiskusikan dan memproyeksi industri pertambangan dimasa mendatang.
“Nantinya hasil FGD ini dapat menghasilkan pemikiran, apakah Indonesia sebagai Tanah Surga pada babakan berikutnya akan mengalami involusi atau justru mampu meniadakan kutukan untuk berkah yang dipersiapkan?,” paparnya.
Andi Moch Adim menambahkan, ASPETI ini hadir dengan visi mewujudkan kedaulatan energi dan kemandirian bangsa Indonesia. Serta menciptakan iklim yang kondusif, ramah lingkungan, berkelanjutan, berkeseimbangan, menjunjung tinggi kearifan dan budaya lokal dalam pengembangan dan pengelolaan pertambangan minyak dan gas bumi, mineral dan batubara, serta panas bumi.
“Kami harap dengan adanya ASPETI ini dapat menjadi barometer sekaligus penyeimbang antara Negara, para pelaku usaha tambang dan masyarakat,” tutup Andi.