Renungan Ember Depan Kamar Mandi

Ilustrasi : Alena Auralangie

Suatu malam, sebuah keluarga sedang berkumpul di ruang tengah. Keluarga itu saling bercengkrama, bercerita satu sama lain sambil tertawa terbahak-bahak. Kelihatannya mereka sangat bahagia.

Di sela-sela keasyikan itu tiba-tiba sesuatu terjadi. Si sulung dengan terburu-buru menuju ke kamar kecil karena sesuatu yang mendesak ingin dikeluarkan, Saking terburu-burunya, sampai-sampai ia menendang sebuah ember di depan kamar mandi.

Bruuk.. Kaki si sulung kesakitan.

Sebagai kepala keluarga, sang bapak memberi nasihat, “makanya kalau jalan harus hati-hati, pakai tuh mata, perhatikan jalan di depan. Masa ember sebesar itu tidak kelihatan..!”

Dan semuanya terdiam, termasuk si sulung yang semula mengeluh kesakitan.

Semakin malam keriuhan itu makin langgeng. Apalagi acara di televisi juga makin meriah. Sekarang, giliran sang bapak yang mendapat panggilan alamiahnya untuk bergegas ke kamar mandi.

Karena acara televisi sedang asyik-asyiknya, ia pun berusaha menahannya sampai tanyangan iklah. Ketika iklan, secepat kilat sang bapak lari ke kamar mandi.

Bruuk.. ember di dekat kamar mandi ditendangnya. Dengan meringis kesakitan sambil mengelus kakinya sang bapak berteriak, “Oee.. siapa yang menaruh ember di depan kamar mandi..?”

Serupa kejadian sebelumnya, kembali semuanya diam. Tapi kali ini berbeda. Begitu si sulung habis menendang ember ia cuma mengeluh sejenak, sementara sang bapak ngomel-ngomel tidak keruan, hampir semua benda di dekatnya mendapatkan sumpah serapah.

******

peristiwa seperti ini kadang tidak hanya di rumah, tapi terjadi juga di banyak tempat. Atasan atau yang sedang berkuasa selalu benar dan terkadang mempunyai hak untuk dibenarkan. Paling tidak, orang yang sedang memegang kuasa berhak menunjuk siapa yang bisa dijadikan kambing hitam untuk disalahkan.

Ketika si anak terburu-buru ingin membuang hajatnya dan tidak sengaja menendang ember maka ia di vonis tidak hati-hati bahkan di tuduh menyia-nyiakan anugerah Tuhan berupa mata yang awas

Akan tetapi, ketika sang bapak berganti menabrak ember yang sama maka ia mencari kambing hitam dengan tuduhan menaruh ember sembarangan.

Sang anak tidak berhak untuk mengingatkan bapaknya dengan kalimat, “Makanya kalau jalan harus hati-hati, pakai tuh mata. Perhatikan jalan di depanmu. Masa ember sebesar itu tidak kelihatan..?”

Nasehat setengah menvonis ini adalah prerogatif atasan. Di kantor-kantor terkadang pimpinan selalu benar dan bawahan selalu salah.

Kejadian menabrak ember ini tidak hanya terjadi di depan pintu kamar mandi, tapi bisa terjadi di mana saja, jadi berhati-hatilah agar jangan sampai tersandung.

Jika sudah terlanjur tersandung, jangan buru-buru mencari kambing hitam lalu disalahkan karena siapa tahu bukan si kambing hitam yang salah menaruh ember, tapi mata anda yang kurang awas dan terburu-buru karena kebelet.