Jumat Agung

Oleh : Abdul Hakim Madda

Lelaki itu diseret kepengadilan dengan prasangka yang dipenuhi berlaksa kebencian. Setelah itu ia di dorong dengan keras hingga terjatuh. Kemudian dengan kejam tubuhnya di pakukan pada kayu salib.

Darah mengucur dari kulitnya yang robek. Ia lalu memanggul sendiri salibnya. kearah puncak Bukit Golgota. Meniti pelan langkah demi langkah menuju keabadian.

Tak nampak beban derita dari wajahnya. Tak terdengar keluh sakit dari bibirnya. Demikian pula dendam tak tumbuh dari sanubarinya. Baginya, hanya cinta yang layak disemaikan pada hati-hati yang telah merangas.

Sehari sebelumnya, secawan anggur dan roti tanpa ragi disuguhkan dalam sebuah perjamuan terakhir. Hidangan sebagai simbol bahwa ada yang lebih berarti dari pada sekedar jasad. Ada yang lebih abadi dari sekedar tubuh.

Dalam Perjamuan itu dihadapan murid-muridnya dengan tenang ia berkata, “inilah tubuh dan darahku. Kupersembahkan untukmu. ”Murid-murid yang mengelilinginya tertunduk dalam haru.

Dan pada jamuan terakhir itu sebuah takdir telah dituliskan Kini di seluruh dunia para pecintanya turut menapaki jalan salib yang telah ia torehkan dengan rasa perih untuk menghayati penderitaannya.

Sepotong roti tanpa ragi dan secawan anggur yang dihidangkan pada perjamuan terakhir mereka ingin maknai sebagai ekspresi rasa cintanya kepada sang lelaki berwajah agung. Lelakiyang dipundaknya bertumpu harkat kemanusiaan yang hakiki.

Sejarah memang takbisa menafikkan bahwa dalam setiap lembaran peristiwa kadang berisi tragedi. Tragedi yang di hiasi dengan kematian-kematian indah sebagai penanda bahwa keluhuran manusia selalu pantas untuk di perjuangkan.

Di kesempatan yang lain, seorang pribadi agung lainnya Nabi Muhammad SAW berkata, “setiap manusia akan dibangkitkan bersama sesuatu yang di cintainya”.

Maka senandung cinta pada pribadi-pribadi agung tidak akan pernah padam. Sebagaimana dia tak pernah lelah mencintai umatnya.
Selamat memaknai Jumat Agung.
Selamat Hari Paskah.

*Penulis adalah warga biasa menetap di Pasangkayu.