Hari ini, 1 Mei 2021 adalah Hari Buruh. Orang juga mengenalnya dengan sebutan “Mayday”. Menurut rencana di ibukota dan beberapa kota besar di Indonesia akan ada demontrasi buruh. Beritanya sudah tersebar di media sejak empat hari yang lalu.
Seperti tahuh-tahun sebelumnya tuntutannya masih beragam. Namun substansinya sama, memperbaiki nasib buruh dan tarap hidup mereka. Terutama persoalan upah buruh.
Menurut teman saya seorang buruh di sebuah pabrik sawit, persoalan upah adalah persoalan krusial. Persoalan yang teramat penting karena menyangkut persoalan hidup mati. Sementara sebagai pekerja swasta, nasib mereka sangat tergantung pada perusahaan.
“Syukur kalau perusahaannya mengerti, karena memang ada perusahaan yang tak mengerti. Bahkan kadangkala ada yang ‘sengaja’ tak mau mengerti dan hanya mengeksploitasi tenaga buruh dengan upah sedikit. Serta tidak setimpal dengan kerja mereka”. Begitu katanya.
Makanya setiap Hari Buruh. Isu upah atau lengkapnya kenaikan upah tidak pernah lepas dari tuntutan para buruh.
Saya pikir munculnya gejolak ini bisa dimaklumi karena semuanya tidak lepas dari meningkatnya harga kebutuhan pokok.
Belakangan ini saya sadar bahwa banyak kebutuhan pokok harganya melonjak.
Di rumah saja biasanya istri cuma cengar-cengir bila dikasi uang belanja, kini mulai protes minta tambahan jatah dapur karena yang ada selama ini dianggap sudah tidak mencukupi.
Beberapa warung makan langganan saya pun sudah menaikkan harga. Kalau dulu saya hanya menghabiskan sekian rupiah, kini harus merongok kocek lebih dalam lagi.
Padahal kebutuhan kita kan bukan cuma makan? Ada banyak lagi kebutuhan yang lain yang perlu dipenuhi. Misalnya uang pulsa, bensin, parkir, dan sebagainya.
Sepertinya sih cuma kebutuhan kecil. Tapi jangan salah, kalau dihitung-hitung ternyata besar juga. Parkir misalnya. Disini kalau mampir di ATM sekian menit saja harus bayar parkir dua ribu rupiah. Mampir di warung makan juga.
Sayangnya, sebagian merupakan parkir liar. Pastinya uang parkir itu tidak masuk ke kas pemerintah. Palingan masuk ke kantor para preman.
Memang sih kita bisa hidup walaupun kebutuhan kecil itu tidak terpenuhi. Tapi entah mengapa kita tidak sampai hati kalau sampai tidak berusaha memenuhinya.
Belum lagi gaya hidup zaman sekarang, rasanya makin menambah banyak jenis kebutuhan. Misalnya, acara kumpul-kumpul dengan sahabat.
Dalam sebulan, pasti ada beberapa sahabat saya mengajak diskusi di warkop atau sekedar ketemuan untuk silaturahmi di warung makan padahal saya tahu dengan mereka memiliki motif “terselubung” minta ditraktir. Hahaha..
Anehnya, kalo mereka diajak ketemuan atau diskusi dirumah mereka emoh. Katanya kurang asyik. Kalau tidak ikut rasanya gimana gitu. Kalau ikut, isi kantong pasti lumayan berkurang.
Tapi mau gimana lagi. Ya, sudah. “Let’s go guys!”
Soalnya, biar bagaimana pun sebagai mahkluk sosial kita pasti butuh kumpul-kumpul. Butuh hiburan. Butuh diskusi dengan mereka.
Hanya memang semenjak berkeluarga frekwensinya sudah dibatasi tidak sesering waktu bujangan. Kuatir jangan sampai menganggu pendapatan bulanan apalagi sampai membebani kebutuhan keluarga, kan bisa berabe.
******
Nah, di Hari Buruh ini saya ingin menyampaikan salam tadzim dan dukungan saya terhadap segala upaya kawan-kawan buruh untuk terus menyuarakan perbaikan nasib. Semoga aksinya sukses dan berjalan lancar. Kalau toh aksinya sampai turun ke jalan jangan lupa menerapkan prokotol kesehatan untuk menghidari terjadinya klaster baru Covid-19.
Selamat Hari Buruh.