Naiknya BBM dan Rintihan Anak Nelayan

Gambar: Investor.id

Perahu merupakan salah satu Armada laut yang digunakan oleh seorang nelayan untuk mencari sesuap nasi, agar tetap bertahan hidup.

Inilah yang dimiliki oleh bapak ku. Kendaraan kebanggaan yang ia tunggangi setiap hari untuk menangkap ikan di laut.

Pendapatannya hampir pasti tidak menentu. Jam kerjanya sesuai kondisi alam. Perginya kadang subuh, kadang sore, kadang malam.

Bahkan tidak jarang tetap harus berangkat melaut sekalipun cuaca tidak mendukung. Mau diapa, kebutuhan perut kami sekeluarga tak bisa ditawar-tawar.

Bagi nelayan seorang diri diatas perahu ditengah hujan, panas, dan badai berjibaku diantara hidup dan mati dalam keterbatasan adalah resiko. Bapakku tetap bersemangat untuk melanjutkan pencariannya hanya untuk keluarga tercinta di rumah.

Walaupun pendapatan tak menentu. Namun dengan usaha dan kerja kerasnya ia mampu menyekolahkan anak-anaknya, bahkan hingga hari ini saya bisa menduduki bangku kuliah.

Dengan yang bapakku miliki dan kehidupan kami rasakan, saya tetiba jadi teringat para pejabat pemerintah dan anggota DPR.
Dengan para pejabat dan wakil kami yang terhormat. Kehidupan kami sungguh jauh berbeda. Jaraknya ibarat langit dan bumi.

Para pejabat dan anggota parlemen itu bekerja di gedung megah, ruang sejuk dan kursi yang empuk. Di fasilitasi kendaraan roda empat yang mewah. Penghasilan jangan ditanya.

Bagi mereka panas dan hujan tak terasa. Badai dan marabahaya tak terpikirkan. semuanya Aman. Nggak perlu pusing-pusing karena semua serba tersedia. Anak dan istri di rumah tak kekurangan. Pokoknya, hidup senang aman sentosa.

Sementara keluarga kami..

Akhir-akhir ini pendapatan bapakku sebagai nelayan semakin menurun. Cuaca yang tidak mendukung ditambah ikan tangkapan makin berkurang. Sungguh merupakan pukulan yang menyakitkan.

Ironis ditengah penderitaan itu tiba-tiba harga BBM naik. Semua barang kebutuhan ikut-ikutan jadi mahal. Jadilah pengeluaran makin membengkak. Akhirnya, makin menderita lah hidup.

Saya yakin banyak diantara pembaca punya nasib yang serupa dengan kami. Bahkan bisa jadi lebih susah lagi. Lebih menderita lagi.

Saat ini nggak tahu mesti ngapain. Kebijakan pemerintah ini sungguh tidak bertanggung jawab. Membuatnya rakyatnya makin sengsara.

Entah kemana dan dimana lagi akan mengadu. Rasanya semua mendadak tuli. Harapan satu-satunya pada wakil-wakil kami di parlemen pun entah mengapa ikut-ikutan tuli. Malahan bukan cuma tuli lagi, tapi tiba-tiba jadi bisu.

Bingung mau ucapkan apa lagi, sama seperti hari ini bingung mau percaya kepada siapa lagi…