Mengintip Singgasana Calon Prabu PMII

Gambar : MC Kalsel/tgh

Manusia yang telah bisa atau mampu menyentuh apalagi sampai bisa duduk di singgasana kehormatan berarti ia telah menjalani proses seleksi kepemimpinan. Artinya secara kualitatif primordial orang tersebut telah layak menjadi calon atau mencalonkan diri menjadi seorang pemimpin. Calon yang mempunyai nilai lebih dari segi sumber daya yang dimilikinya dan telah mendapatkan legitimasi dari sebagian masyarakat yang mendukungnya.

Untuk kasus suksesi di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Singgasana kehormatan itu diciptakan oleh mereka sendiri untuk diduduki dalam dua tahapan.

Yang pertama berlangsung segera setelah debat kandidat, artinya singgasana itu mulai tertata lewat rangkaian adu visi dan misi sebelum masuk pada tahap kedua yakni tahapan penyeleksian yang sesungguhnya.

Pada tahapan kedua inilah para calon prabu itu akan menciptakan singgasana keduanya yang dinamakan Singgasana kedaulatan.

Singgasana ini hanya diperuntukkan bagi yang berhasil memenangkan dan mempertahankan Singgasana Kehormatannya agar tetap terhormat, sehingga dia bisa meraih singgasana yang diidam-idamkan, singgasana kedaulatan.

Pada kongres PMII ke-XX kali ini, para calon prabu sedang dan telah mempersiapkan diri menciptakan singgasananya masing-masing dengan kualitas singgasana berbeda. Mereka akan saling berlomba dan bersaing agar dapat mengalahkan satu sama lain.

Yang perlu dipahami adalah bahan-bahan untuk pembuatan singgasana tersebut rupanya berbeda-beda. Kebanyakan bahannya adalah “wacana” dan konsep PMII di masa yang akan datang.

Tapi ada juga yang membuat singgasananya dari bahan-bahan yang kurang bagus, bahkan illegal.

Kebayakannya berasal dari singgasana seberang yang berkualitas rendah, meskipun secara kuantitas lebih besar. Singgasananya tidak terbuat dari emas murni melainkah Loyang yang menipu.

Inilah calon prabu yang kurang sportif dan tidak memiliki self convident (rasa percaya diri) yang memadai. Mereka cuma mengambil jalan pintas dengan mengandalkan kemampuan materi dan hegemoni struktural agar tujuannya bisa tercapai.

Calon prabu yang bertipe semacam ini mesti diperhitungkan dan tak bisa dianggap enteng. Kehadirannya harus di waspadai oleh calon-calon prabu yang lain.

Selain itu ada juga calon prabu dengan tipe lain. Ia memiliki singgasana yang di desain dan dibuatkan oleh orang lain.

Sang calon prabu ini akan semakin kuat dan percaya diri ketika orang menciptakan singgasana buat dia adalah orang yang berpengaruh secara struktural maupun kultural.

Para pendesain itu adalah orang yang disegani dan memiliki posisi-posisi strategis. Sehingga sang calon cuma bisa nurut apa kata sang desainer. Yang pada akhirnya sang calon prabu akan menjadi seekor ayam jantan aduan yang berhadap-hadapan dengan ayam jantan lain. Saling menyerang dengan taji yang tajam untuk membunuh lawannya sampai keok tanpa ampun.

Meskipun disadari bahwa dalam setiap suksesi tetap ada dan akan selalu muncul tipe-tipe calon prabu bersinggasana emas. Ia yang tampil konsisten dengan nilai-nilai sportifitas, kejujuran, tidak ada kamuflase dan apa adanya (tentu peserta kongreslah yang mengetahuinya).

Akhirnya semua pangeran dari empat penjuru mata angin baik dari wilayah utara, selatan, barat dan timur ketika bertemu dan berkumpul dalam satu majelis debat atau forum kongres, – entah karena memang tuntutan kultur NU – atau apa, anehnya mereka kelihatan akrab satu sama lain. Bahkan tidak jarang dalam momen-momen tertentu saling menyemangati dan mendoakan agar bisa terpilih menjadi prabu PMII. Padahal sesungguhnya, ada kemungkinan mereka tengah membuat strategi baru dan membuat taktik-taktik politik jitu agar bisa terpilih dalam arena kongres. Entahlah, barangkali begitulah prototype kader PMII..hahaha

Alhamdulillah ala kulli hal.

Selamat berkongres PMII.