BACALAH!

Gambar : rumahfilsafat.com

Komunikasi sekarang sudah berubah. Bukankah sekarang kegiatan bertelepon kita sudah banyak sekali diganti dengan kegiatan “texting”?

Demikian pula peran visualisasi, melalui media sosial seperti Path dan Instagram, kita bisa lebih saling mengerti. Kalimat dalam pesan singkat bukan saja singkat, tapi juga penuh singkatan.

Kita tiba-tiba menjadi pembaca kilat pula.

Membaca yang benar-benar membaca tampaknya sudah terasa berkurang manfaatnya, dan sudah menjadi seni yang dilupakan di masyarakat modern ini. Pemahaman pun tidak terlalu dikonfirmasikan secara serius. Tanpa sadar kita jadi menghalalkan budaya asumsi.

Pertanyaannya, bisakah kita mengandalkan asumsi untuk pemahaman, pengetahuan yang lebih jauh dan dalam?

Bayangkan bahayanya bila kita membeli obat dan tidak membaca benar-benar peringatan serta cara pakai obat tersebut. Bukankah kita perlu memasukkan pemahaman dengan benar bila kita belajar agar semakin ahli?

Mana mungkin kita menjadi “knowledgeable” secara optimal bila kita tidak membaca dengan betul?
Mungkinkah expertise dikembangkan lebih dalam tanpa membaca intensif?

Saya jadi ingat kata-kata orangtua: membaca baru bisa benar-benar
membaca bila kemudian timbul pertanyaan, kritik, “insight”, dan emosi.

Artinya, membaca diwarnai dengan daya pikir yang total, mengingat, menganalisis, dan bahkan membayangkan implementasinya di pekerjaan atau kehidupan sehari-hari.

Sering kita temui situasi komunikasi di perusahaan tidak lancar dan pengambilan keputusan tidak all out. Penyebabnya bukan karena laporan tidak dibuat, tapi justru karena orang yang sebenarnya harus membaca secara seksama tidak membaca secara intensif.

Berarti memang dalam kehidupan kerja ada orang yang biasa membaca dan ada orang tidak biasa membaca.

Tambahan lagi, bila kita perluas masalahnya, esensinya bukan sekedar membaca tulisan atau laporan, tapi juga membaca situasi, keadaan, dan pasar.

Kita pun tidak lepas dari keharusan membaca cuaca, sinyal, body language, dan emosi dalam interaksi dengan setiap orang yang kita temui.

Makna iqro dalam Islam sangatlah mendalam. Dikemukakan bahwa membaca bukan sekadar mengambil bunyi dan arti harfiahnya, tapi juga membaca konteks, dampak, hubungan sebab akibat, serta gagasan yang terkandung di dalamnya.

Iqro berisi perintah untuk “membaca alam semesta, termasuk diri kita sendiri”. Bukankah segala sesuatu di alam semesta ini adalah “kitab” yang perlu kita baca?

Sikap Intelek dalam Membaca

Harapan seseorang untuk menjadi orang intelek memang sangat berkaitan dengan bacaan. Ada ucapan yang berbunyi: “you are what you read”.

Namun, cara membaca pun sangat menentukan kadar intelektualitas Anda. Ada yang membaca banyak buku, tapi tidak bisa mendiskusikan isinya.

Ada yang membaca sambil berimajinasi, ada yang menggaris- bawahi yang penting. ada yang mengambil intisari, dan ada pula yang menyimpan beberapa detail.

Orang yang intelek perlu mampu membaca buku dan “konteks” yang mengelilinginya Terhadap sebuah tulisan kita perlu “hadir”. Menyerap, menyimpulkan, mengulang. dan memperjelas.

Baca dengan Seksama

Karena kita toh sudah meluangkan waktu untuk membaca, alangkah sayangnya kalau kita tidak siap menerima informasi, terlepas dari baik atau buruk kenyataannya.

Untuk itu, dalam membaca orang juga perlu mempersiapkan mindset guna mencari dan berusaha berorientasi.

Kita perlu mengorganisasi dan mengosongkan pikiran, bahkan siap menyusun informasi yang masuk serta menatanya di dalam memori.

Bersiap Sebelum Membaca

Bila dipikir-pikir lagi, rasa ingin tahu yang dimiliki setiap orang bisa dipenuhi dengan mengajukan pertanyaan. Jadi, bila kita membaca, dengan kesiapan mental untuk bertanya, misalnya: “Apa sih yang ingin dikatakan penulis ini?” atau “Kenapa sih tokoh dalam cerita ini berkarakter aneh?”

Pertanyaan-pertanyaan ini akan menggiring kita untuk berkonsentrasi mencari jawaban dalam tulisan yang tengah kita baca. Ini akan membuat membaca lebih asyik, bahkan bisa membuat kita masuk ke dalam situasi dan alam pikiran penulis. Dengan demikian, pemahaman yang kita peroleh akan lebih dalam.

Ada begitu banyak bacaan di lingkungan kerja kita, mulai dari informasi di papan media kantor, surat edaran direksi, laporan anak buah yang tidak mengatur font dan alinea, sampai laporan yang lebih mirip cerpen ketimbang laporan.

Bayangkan bila kita tidak punya kesiapan mental untuk benar-benar MEMBACA, berapa banyak fenomena yang lolos dari pengamatan kita?

*

Oleh : Eileen Rachman (Founder EXPERD)

Sumber : Cerita Cita Indonesia. Gramedia 2015.